Berita Kebudayaan

Inilah Para Jawara Setu Babakan, Benteng Terakhir Budaya Betawi (2)

Para tokoh tersebut, yang dalam buku ini disebut sebagai jawara–yang menurut KBBI berarti jagoan–memang jago dalam bidang masing-masing. Sesuai dengan bidangnya mereka berpikir, bekerja dan terus berikhtiar bagi Betawi dalam merawat Jakarta yang menjadi palang pintu Indonesia.

Berkat jasa para jawara, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dapat berkembang seperti saat ini yang tentu saja masih banyak kekurangan. Sebagai benteng terakhir budaya Betawi, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan akan terus berdandan.

Melalui buku ini pembaca tidak hanya tahu sejarahnya, akan tetapi juga lingkungan seni budaya dan adat istiadat Betawi yang merupakan jalinan budaya Nusantara yang membentuk Indonesia yang bhineka.

Setiap Langkah meninggalkan jejak. Ada yang samar-samar dan ada yang nyata. Namun catatan sejarah kudu danta, lantaran dia menjadi pijakan buat generasi mendatang.

Di balik sebuah peristiwa selalu ada tokoh yang menjadi pionir. Para jawara yang dimuat dalam buku ini merupakan sebagian dari mereka yang kiprahnya menjadi inspirasi bagi masyarakat luas. Semoga buku ini membuat jejak mereka menjadi permanen dan menjadi hikmah bagi generasi berikutnya.

Para tokoh yang dimuat dalam buku Para Jawara Setu Babakan adalah sebagai berikut:

Sofyan Murtadho

Inilah jawara yang sesungguhnya. Selain sebagai lurah, Sofyan Murtadho memang jagoan betulan. Sering berkelahi dan selalu menang. “Ane ngumpet di tempat yang terang,” katanya.

Selain jagoan ia juga seniman, banyak karyanya yang popular. Idenya brilian. Tidak sampai di situ. Sofya juga mengimplentasikannya dengan kongkret. Dengan pergaulannya yang luas, gagasan-gagasannya diterjemahnya menjadi karya nyata bersama teman-temannya dari berbagai kalangan.

Di Setu Babakan, Sofyan menuangkan ide lewat lagu. Lihatlah syair lagu irama gambang kromong Setu Babakan yang begitu popular.

Ada namanye setu babakan

Tempatnya Jakarta sebelah selatan

Bukannya kota bukan hutan

Pejuang bijak punya kepenegenan

Ada bekas jejak kaki

Yang bisa jadi saksi

Semoga harapan terbukti

terciptanya perkampungan betawi

Mari kita jaga bersama

Alam setu yang sudah ada

Tinggalin buat cucu kita

Resapan air kota Jakarta

Ncang ncing enyak babe

mana lagi sumbangsihnye

Pak Kyai doain dong biar rapi

Terciptanya perkampungan Betawi

Syair lagu itu diciptakan pada 1997 ketika kondisi perkampungan di Setu Babakan belum tertata. Seperempat abad kemudian, apa yang dibayangkan Sofyan menjadi kenyataan.

Begitu pun dalam syair lagu keroncong Impian Setu Babakan yang diciptakannya Bersama Ridwan Saidi:

Aih… jiwa manis Setu Babakan

Masa depan Betawi jiwa manis diimpi-impikan

Kala malam purnama

Zaman Tanjung Kelapa

Dirancang dan dibina

Jadi objek wisata

Aih… jiwa manis Setu Babakan

Masa depan Betawi jiwa manis diimpi-impikan

Konon malam purnama

Bidadari menjelma

Situ Bakan asli

Pupuk budaya Betawi

Aih… jiwa manis setu babakan

Masa depan Betawi jiwa manis diimpi-impikan

Impian Sofyan kini hampir menjadi kenyataan. Itulah sebabnya ia berpikir jauh ke depan untuk puluhan tahun mendatang. Visinya tentang Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah…

Yahya Andi Saputra

Awalnya ia bernama Agus Yahya Andi Saputra namun popular sebagai Yahya Andi Saputra. Ia lahir di Jakarta, 5 Desember 1961. Magister Susastra (Kajian Tradisi Lisan) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dikenal sebagai aktivis dan praktisi kesenian Betawi.

Soal kebetawian ia aktif di seluruh penjuru bumi Betawi. Mulai dari Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, Ketua Asosiasi Tradisi Lisan DKI Jakarta, Sekretaris Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ2015-2018)dan tentu saja d Forum Pengkajian dan. Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi (Forum Jibang PBB).

Ia pernah mengukti Visiting Reseach Fellow, Research Institute for Humanity and Nature (RIHN), Kyoto, Jepang.

Yahya juga mendapatkan penghargaan kebudayaan bidang pelestari tahun 2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Ayah dari Sausan Yusria ini, menulis buku dan berpartisipasi dalam antologi puisi, antara lain: Ragam Budaya Betawi (2002), Upacara Daur Hidup Adat Betawi (2008), Pantun Betawi, Refleksi Dinamika, Sosial-Budaya, dan Sejarah Jawa Barat Dalam Pantun Melayu Betawi (2008), Profil Seni Budaya Betawi (2009).

Selian itu ia juga menulis buku Permainan Tradisional Anak Betawi (2011), Cetrok Bekasi (editor, 2013), Antologi Puisi Ketika Daun Jatuh (2013), Antologi Puisi Petang Puisi Ekspresi & Refleksi Alumni FIB UI (2014), Sejarah Perkampungan Budaya Betawi : Demi Anak Cucu (2014), Antologi Puisi Syair Persahabatan Dua Negara, 100 Penyair Indonesia – Malaysia (2015), Antologi Puisi Gerhana (2016), Kumpulan Puisi Sihir Sindir(2016), Antologi Puisi Matahari Cinta Samudera Kata (2016), Antologi Puisi Negeri Awan (2017), Antologi Puisi Dari Loksado Untuk Indonesia (2017), Antologi Puisi The First Drop of Rain (2017), Jantuk Pertumbuhan dan Perkembangan (2017), dan Kumpulan Puisi Jampe Sayur Asem (2017).

Karya lainnya adalah Antologi Puisi Negeri Bahari (2018), Antologi Puisi Sendja Djiwa Pak Budi (2018), Antologi Puisi Epitaf Kota Hujan (Padangpanjang, 2018), Antologi Puisi Marhaban ya Ramadhan (2018), Antologi Puisi Doa Seribu Bulan (2018), Antologi Puisi A Skyfulof Rain (Banjarbaru, 2018), Penelusuran Sejarah Peradaban Jakarta (2018), Antologi Puisi Pesisiran(2019), Antologi Puisi Pandemi Puisi (2020), Antologi Puisi Gabin Barandam (2020), Antologi Puisi Angin,Ombak, dan Gemuruh Rindu (2020), Antologi Puisi Gambang Semarang (2020), Antologi Alumni MunsiMenulis (2020), Antologi Puisi Rantau (2020), Kumpulan Puisi Cerita Dari Dapur (2020), Kumpulan Tulisan Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan (2021).

Biuah karya paling anyar adalah Betawi Megapolitan, Merawat Jakarta Palang Pintu Indonesia yang diterbitkan oleh Pustaka Kaji.

Suami dari Suli Setiawati ini, tetap produktif dalam berkesenian dan berkebudayaan hingga kini. Sampai kapan? “Hingga hayat dikandung badan,” katanya serius.

Yoyo Muchtar

Di Setu Babakan memang tidak ada buaya. Namun di Forum Pengkajian dan Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi (Forum Jibang PBB) ada ‘buaye’ keroncong H. Yoyo Mukhtar. Kenapa dia disebut buaya keroncong? Buaye Keroncong adalah julukan yang berarti bahwa seseorang totalitas untuk musik yang berasal dari Portugis ini.

Bang Haji Yoyo, begitu panggilan akrabnya, memang totalitas untuk pelestarian dan pengembangan musik keroncong Betawi.

Sesungguhnya bukan hanya musik keroncong yang ia dalami. Untuk Betawi ia bekiprah mulai dari dunia seni, organisasi, pendidikan hingga olahraga.

Pria kelahiran 4 Desember 1950 di Pisangan, Jakarta Timur, ini memulai Pendidikan di SD Budi Utomo, Jakarta Pusat. Ia melanjutkan ke SMPN 44 Pisangan Lama, Jatinegara, Jakarta Timur.

Meningkat ke sekolah menengah atas, Bang Yoyo masuk ke STM Poncol, di Senen, Jakarta Pusat. Setelah lulus ia bekerja di perusahaan swasta.

Bakat kepemimpinannya telah muncul di usia muda. Sebagai karyawan yang baru berusia 22 tahun, ia telah memimpin sedikitnya 45 karyawan. Promosi demi promosi diraihnya dan pada usia 25 tahun telah menjadi kepala bagian di perusahaan yang bergerak dalam industri tekstil dan produk tekstil.

Sambil bekerja, ia mengambil kuliah di Universitas 17 Agustus (Untag) di kampus yang berlokasi di Ancol, Jakarta Utara. Pada 1975, Bang Yoyo diterima sebagai pegawai pada Dinas Rumah Tangga Pemda DKI Jakarta yang bekantor di Balaikota.

Karirnya sebagai aparatur sipil negara (ASN) membuatnya nyaman karena dia ditempatkan di Dinas Pariwisata yang menjadi perhatian khusus baginya. Bang Haji Yoyo dinilai aktif mengembangkan kebudayan Betawi karena kiprahnya di Lembaga Kebudayaan Betawi dan Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus) dan tentu saja Forum Pengkajian dan Pengebangan Perkam.

Jabatan Kepala Seksi Objek dan Daya Tarik Wisata Sudin Pariwisata diembannya selama 6 tahun. Pada 2001, ia dipromosikan sebagai Kepala Seksi Atraksi Wisata Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta kemudian menjadi Kepala Seksi Pengawasan Sudin Pariwisata Jakarta Timur.

Pekerjaan itu begitu dinikmatinya hingga sempat menjadi Kepala Sangkrini UPT Anjungan DKI Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 2005-2006 sampai ia pensiun.

Sumber: indowork.id

Yoyo Muchtar
Yahya Andi Saputra
Sofyan Murtadho

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com