Adat Istiadat

Tradisi Nyorog: Pengikat Tali Silaturahmi Keluarga Betawi

Nyorog adalah tradisi masyarakat Betawi menyambut bulan suci Ramadan. Kegiatan yang dilakukan dalam tradisi Nyorog adalah berbagi bingkisan makanan ke sanak saudara dan keluarga yang tinggalnya berjauhan.
 
Sebab, masyarakat Betawi pada zaman dulu memiliki tempat tinggal yang berjauhan antara satu dengan yang lainnya. Pada masa itu antara rumah satu dengan rumah lainnya dibatasi oleh hutan atau kebun yang luas.
 
Bingkisan makanan yang dikirimkan dalam tradisi Nyorog ini berupa kue-kue, atau bahan makanan mentah, yaitu gula, susu, kopi, sirup, beras, ikan bandeng dan daging kerbau. Terkadang bingkisan dari nyorog itu berupa makanan khas Betawi yang dimasukkan ke dalam rantang, misalnya saja sayur gabus pucung.
 
Tradisi ini dilakukan sebagai tanda penghormatan dari orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. Biasanya dilakukan oleh anak muda atau pasangan yang  baru menikah ke orang tua mereka masing-masing.
 
Menurut beberapa sumber Nyorog berasal dari  tradisi ‘Sedekah Bumi’ dan ‘Baritan’. Keduanya merupakan ritus upacara adat yang merupakan refleksi dari interaksi manusia, lingkungan, dan kepercayaan kepada sang pencipta.
 
Sebelum agama Islam masuk ke Nusantara khususnya ke Pulau Jawa, masyarakat sering membawakan makanan untuk sesajen yang akan dipersembahkan kepada Dewi Sri yang merupakan simbol dari kemakmuran. Kegiatan tersebut dijadikan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewi Kemakmuran.
 
Kemudian setelah datangnya Islam, tradisi Nyorog dijadikan simbol penghormatan dan silaturahmi kepada orang yang lebih tua atau para sesepuh kampung yang dihormati. Ada pun sumber lain yang menyebutkan tradisi nyorog telah dilakukan masyarakat Betawi sejak tahun 1800-an. Tradisi Nyorog diperkenalkan para wali saat menyebarkan ajaran Islam.
 
Tradisi Nyorog tak hanya dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan saja, ada yang dilakukan menyambut Idul Fitri atau Lebaran. Tradisi Nyorog juga bisa ditemukan dalam prosesi upacara pernikahan. Biasanya, pihak keluarga mempelai laki-laki mendatangi keluarga mempelai perempuan sebelum lamaran dengan membawa sorogan atau bingkisan makanan.
 
Nyorog atau sorogan juga bisa diartikan sebagai pengikat atau ‘sogokan’. Dengan kata lain, sorogan ini berfungsi sebagai pengikat mempelai perempuan agar bersedia diperistri oleh si mempelai laki-laki.

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com