Ritus

Tata Cara dan Adat Mengurus Jenazah

Ilustrasi @senibudayabetawi.com

Masyarakat Betawi mimiliki budaya yang luhur termasuk dalam upacara adat kematian. Berikut tata cara dan adat mengurus orang yang meninggal dunia disadur dari buku Betawi Tempo Doeloe; Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi Karya Abdul Chaer.

Jika ada orang meninggal dunia pada satu keluarga, maka berita kematian itu akan disampaikan melalui pemukulan bedug dari langgar atau masjid terdekat dengan nada atau irama tertentu -saat ini dengan menggunakan pengeras suara di Mushola atau Masjid (red). Berita kematian itu juga dapat disampaikan dari mulut ke mulut sehingga tersebar luas.

Para tetangga dekat akan segera datang ke rumah almarhum atau almarhumah untuk membantu mengurus jenazah seperti memandikan, mengafani, menguburkan dan sebagainya.

Tetangga yang datang, mula-mula membantu membuka pakaian almarhum oleh orang laki-laki dan almarhumah oleh orang perempuan. Kemudian jenazah diletakkan di meja panjang (di bale atau di ta'pang) dengan muka menghadap kiblat. Seluruh tubuh dirurub (ditutup) kain panjang, sedangkan dari dagu ke kepala diikat selembar kain kecil agar mulut tidak menganga.

Para pelawat atau pelayat yang datang setelah mengucapkan belasungkawa kepada keluarga almarhum atau almarhumah, lalu duduk di sekitar jenazah sambil membaca surah Yasin. Setelah selesai membaca surah Yasin lalu pelayat menempati tempat duduk yang disediakan. Hal ini berlangsung terus sampai jenazah akan dimandikan.

Prinsipnya jenazah harus dimandikan segera. Ketika jenazah akan dimandikan, maka sebelumnya telah disiapkan air secukupnya dan dan kedebong (batang pohon) pisang untuk meletakkan jenazah di atasnya agar mudah dibolak-balik untuk membersihkan punggung dan bokongnya. Orang yang bertugas memanadikan adalah orang yang biasa memandikan jenazah atau tukang mandiin jenazah.

Jika meninggalnya sore, maka maka baru dapat dimakamkan esok harinya. Ada pantangan pada masyarakat Betawi untuk memakamkan jenazah pada malam hari.

Selesai memandikan, maka acara selanjutnya adalah acara mengkafani jenazah dengan kain putih sebanyak tujuh lembar. Ketika bagian wajah akan ditutup, maka semua anggota keluarga atau satu persatu dipersilakan memandang wajah almarhum atau almarhumah untuk terakhir kalinya.

Sesudah bagian wajah ditutup, maka jenazah dimasukkan ke dalam kurung batang (keranda) dan di bawa ke langgar atau masjid untuk di salatkan.

Sebelum jenazah disalati, ada acara pembagian fidyah (pudil) yaitu berupa pemberian beras dalam ukuran tertentu kepada yang berhak, sebagai pengganti jika ada kewajiban salat atau puasa yang tertinggal dari almarhum atau almarhumah.

Usai salat, pempimpin salat atau salah seorang dari keluarga almarhum atau almarhumah akan memberikan sambutan dan meminta agar semua hadirin secara serempak sebanyak tiga kali menyatakan bahwa almarhum atau almarhumah adalah orang baik dengan menyebut kata "khoir". Setelah itu, barulah jenazah dibawa ke tempat pemakaman.

Tiba di pemakaman, jenazah di turunkan ke liang lahat yaitu dinding di bawah kubur sebelah barat, miring menghadap kiblat. Kemudian liat lahat ditutup dengan dinding ari, yang terbuat dari papan atau bambu setinggi kira-kira 80 sentimeter. Setelah itu dikubur dengan tanah dan ditancapkan papan nisan. Selanjutkan dibacakan talqin.

Kemudian di rumah almarhum atau almarhumah, sampai hari ke tujuh diadakan tahlilan sehabis salat Isya dan mendoakan almarhum atau almarhumah mendapatkan kemudahan di alam Barzah. Tahlilan juga diadakan pada hari ke-40 dan hari ke-100. Lalu bagi orang yang terkenal seperti ustaz atau guru ngaji terkenal diadakan haul.

Sumber: Sumber: Betawi Tempo Doeloe; Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi - Penerbit Komunitas Bambu

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com