Seni Tari

Tari Cokek Betawi

Tari Cokek merupakan produk kesenian khas Betawi yang dipengaruhi oleh kultur Tionghoa Peranakan. Menurut J. Kunst dalam Husein Wijaya (2000 : 79), tari Cokek merupakan suatu tarian yang dilakukan sambil bernyanyi dan dianggap sebagai seni budaya orang-orang keturunan Tionghoa. Hampir pada setiap aspek pada tari Cokek ini pun tidak terlepaskan dari pengaruh kebudayaan masyarakat Tionghoa, baik dari segi gerak, musik pengiring hingga kostumnya. Begitu juga penamaan Cokek yang berasal dari bahasa Hokkian yaitu ‘chniou-khek’ yang artinya menyanyikan lagu. Kekhasan dari tarian Cokek ini adalah, penari juga menyanyikan lagu yang disertai irama musik gambang kromong.

 

Kostum yang digunakan oleh penari Tari Cokek, juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Tionghoa. Kostum baju kurung dan kebaya encim yang terbuat dari bahan sutra dalam berbagai warna cerah seperti merah, kuning dan hijau serta ungu merupakan pakaian khas Tarian Cokek. Tak lupa juga, para penari mengenakan selendang (cukin). Bagi keyakinan masyarakat Tionghoa, warna merah merupakan perlambang kekuatan, tekad dan semangat selain diyakini sebagai benteng dari gangguan roh jahat. Sementara warna kuning melambangkan kemakmuran. Sementara warna hijau merupakan lambang kemurnian atau kesucian. Sedangkan warna ungu merupakan simbol dari surga, Tuhan atau spiritualitas.

 

Dahulu, lagu yang dinyanyikan oleh penari atau wayang Cokek tidak hanya berbahasa Indonesia saja, tetapi juga lagu berbahasa Tionghoa. Dalam perkembangan, nyanyian dalam bahasa Mandarin, Hokkian atau Tionghoa itu sudah langka dijumpai. Sementara lagu-lagu khas Betawi yang biasa dinyanyikan oleh penari Cokek seperti Kramat Karem, Jali-Jali, Kicir-Kicir, Sirih Kuning dan Lenggang Kangkung. Perbedaan tarian Cokek dengan tari Betawi lainnya, adalah di tengah pertunjukkan, biasanya sang penari (wayang) Cokek akan mengajak tamu (audiens) untuk menari dan bernyanyi bersama. Caranya, penari Cokek akan mengalungkan selendangnya kepada seorang tamu dan menariknya ke atas panggung. Di masa itu, bila ada hajatan, pertunjukan Cokek bisa digelar semalam suntuk, tergantung banyaknya permintaan lagu yang akan dibawakan. Tarian ini berkembang di masyarakat Betawi-Tionghoa di pinggiran Jakarta, seperti di daerah Teluk Naga, Sungai Cisadane, Tangerang, Bekasi atau Depok. Namun dalam perjalanan, pertunjukan Cokek ini terbilang cukup langka. (diolah dari berbagai sumber)

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com