Seni Musik

Sejarah dan Perkembangan Orkes Samrah Betawi

Samrah Betawi telah berkembang di Jakarta sejak abad ke 17 asalnya dari Melayu. Hal itu dimungkinkan karena salah satu suku yang menjadi cikal bakal orang Betawi adalah melayu. Samrah berasal dari Bahasa arab “samarokh” yang berarti berkumpul  pesta atau  santai. Kata samarokh oleh orang Betawi dikatakan “samrah” atau sambrah. Dalam kesenian Betawi,  Samrah terbagi atas Orkes, Tonil dan tari Samrah.

Orkes Samrah adalah ansambel musik Betawi. Instrumen musiknya antara lain harmonium, biola, gitas, string, bas, tamburin, marakas, banyo, dan bas betot. Dalam menyajikan sebuah lagu, unsur alat musik harmonium sangat dominan dan kini sudah langka. Maka orkes samrah disebut juga orkes harmonium. Orkes ini dimanfaatkan sebagai sarana di berbagai acara. Lagu – Lagu pokoknya berbahasa melayu seperti Burung Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang, Sirib Kuning, Masmura, Pakpung Pak Mustape, dan sebagainya. Disamping itu juga diaminkan lagu – lagu khas Betawi. Seperti Jali–Jali, Kicir–Kicir dan Lenggang lenggang kangkung.

Kostum pemain samrah ada 2 macam: peci, jas dan kain pelekat atau baju sadariah dan celana batik. Sekarang ditambah lagi satu model lama, “jung serong” (ujungnya serong) yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan panetolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan di bawah jas, dilipat menyerong ujungnya menyembul ke bawah.

Biasanya penari Samrah turun berpasang pasangan, mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan pantun pantun bertema percintaan dengan di ungkapkan kata kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa dan hina tidak punya apa apa. Orkes samrah biasanya digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian. Lagu lagu pokoknya adalah lagu Melayu seperti : Burung Putih Pulau Angsa, Dua Cik Minah Sayang Sirih Kuning Masmura. Disamping itu, terkadang membawakan lagu khas betawi, antara lain: kicir kicir, jali jali lenggang kangkung. Sebagaimana nasib beberapa kesenian tradisional di tanah air, kondisi kesenian samrah di DKI Jakarta pada saat ini masih ada tetapi cenderung tidak berkembang. Jumlah kesenian Samrah dapat di hitung dengan jari, tidak seperti masa jayanya di tahun 80-an yang menjamur. Penyebab utama krisisnya kesenian ini karena kurangnya minat penanggap untuk menggelar kesenian Samrah, peralatannya seperti harmonium atau accordion yang rusak lalu sulit di temui lagi karena langka.

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com