Olahraga Tradisional

Ragam Silat Betawi, Warisan Budaya Dari Indonesia Untuk Dunia

Ilustrasi Silat Betawi 
Foto : ist

Badan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Tradisi Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb). Ketetapan itu diputuskan pada Sidang ke 14 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage, yang berlangsung di Bogota, Kolombia, 9-14 Desember 2019. 

Berdasarkan informasi yang dilansir dari Kantor Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO (KWRIU) pada 21 Februari 2020, pada sidang tersebut terdapat 42 nominasi untuk diinskripsi sebagai WBTb, termasuk tradisi Pencak Silat dari Indonesia. Dalam sidang tersebut, 24 negara Anggota Komite membahas enam nominasi In need of Urgent Safeguarding, 42 nominasi Representative List dan tiga proposal register of Good Safeguarding Practices.

UNESCO mengakui bahwa Pencak Silat telah menjadi identitas dan pemersatu bangsa Indonesia. Tradisi Pencak Silat mengandung nilai-nilai persahabatan, sikap saling menghormati dan mempromosikan kohesi sosial. Oleh karena itu, UNESCO menilai tradisi Pencak Silat dapat diadopsi dan berkembang dengan baik di berbagai wilayah di Indonesia. UNESCO menilai Tradisi Pencak Silat sebagai WBTb dari empat aspek, yaitu bela diri, olahraga, budaya dan spiritual. 

Indonesia sebagai negara pengusul, telah melakukan upaya, yang dimulai dari pengumpulan dan pengajuan data, menyelenggarakan berbagai workshop, serta penyusunan dan negosiasi dokumen nominasi. Pengusulan Pencak Silat ke UNESCO dilakukan oleh Pemerintah melalui Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud. Sebelum diusulkan ke dalam daftar Intergovernmental Committee UNESCO (ICH), sebuah warisan budaya terlebih dahulu melalui tahapan Pencatatan dan Penetapan. Sekretariat UNESCO menggarisbawahi tentang pentingnya basis data kebudayaan serta proses inventori kekayaan budaya, termasuk Pencak Silat. Hal ini dapat dilaksanakan dengan kerja sama yang baik di antara semua pihak, baik pemerintah, komunitas maupun akademisi yang berkaitan dengan bela diri tradisional itu. 

Proses Penetapan diawali dengan usulan Dinas Kebudayaan Provinsi kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usulan kemudian dibahas oleh tim ahli WBTb dan akan disidangkan untuk kemudian ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak benda Indonesia. Hingga 2019 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan sebanyak 1.086 WBTb Indonesia. 

Sementara, Pencak Silat dari berbagai provinsi yang telah ditetapkan menjadi WBTb Indonesia, di antaranya adalah Penca' dari Jawa Barat, Silek Minang dari Sumatra Barat, Silek Tigo Bulan dari Riau, Pencak Silat Bandrong dari Banten, Silat Beksi dan Silat Cingkrik dari DKI Jakarta. Nah, sobat budaya, bila Anda belum mengetahui keragaman tradisi Pencak Silat khas Jakarta atau Betawi berikut kami sajikan informasinya. 

  • Silat Beksi atau “Maen Pukulan” 

Penamaan aliran Silat Beksi konon diambil dari Bahasa Tionghoa, yaitu Bie Sie. Bie artinya pertahanan dan Sie artinya empat, maknanya pertahanan empat penjuru. Sebagian kalangan berpendapat bahwa penemu aliran Silat Beksi itu adalah Lie Tjeng Hok (1854-1951), seorang keturunan Tionghoa dari keluarga petani. Nenek moyangnya diperkirakan berasal dari Amoy (Xiamen), Tiongkok. Ia menggabungkan ilmu bela diri keluarganya dengan ilmu dari guru-guru Betawi, dan mengajarkannya kepada para murid Betawi pesisir dan orang Tionghoa Benteng di sekitar Kampung Dadap. Di kemudian hari, aliran silat ini juga menyebar ke daerah Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, dan daerah Batujaya, Batuceper, Tangerang. Selain itu, ada beberapa sumber yang memaknai Beksi merupakan akronim dari ‘Berbaktilah Engkau Kepada Sesama Insan’. Ini sebagai seruan aplikasi perbuatan baik yang wajib dijalani setelah seseorang belajar Beksi.

G.J Nawi (2016) dalam karyanya yang berjudul Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi menyebutkan bahwa latar kelahiran aliran silat itu adalah bentuk perlawanan masyarakat Betawi terhadap pemerintahan kolonial. Kendati demikian, masyarakat Betawi menggunakan maen pukulan bukan untuk menyerang melainkan untuk membela diri. Sejak dulu, tradisi masyarakat Betawi, biasanya usai mengaji atau mempelajari ilmu agama, dilanjutkan dengan belajar ilmu bela diri. Dan sang guru biasanya membekali itu kepada santri atau murid-muridnya. 

Mulanya, jurus Silat Beksi ini didominasi oleh kontak fisik gerakan tangan tanpa senjata, namun gerakan kaki atau tendangan turut dikembangkan sebagai variasi jurus silat. Dalam bukunya, GJ Nawi turut menjelaskan, jurus main pukulan itu mengalami perkembangan pesat atau variasi gerakan lainnya. Disebutkan setidaknya ada 317 aliran maen pukulan Betawi. Di antaranya aliran Beksi, Cingkrik, Mustika Kwitang, Pusaka Djakarta, Troktok, dan Sabeni Tenabang. Masing-masing aliran tentu memiliki jurus yang berbeda. 

Seperti dilansir setubabakanbetawi.com, aliran Silat Beksi merupakan ilmu bela diri yang memadukan antara seni, keindahan, ketepatan dalam mencapai sasaran, kekuatan, kecepatan serta kedinamisan dalam gerak dan pukul yang taktis. Keseluruhan dari ilmu serta seni di atas terangkum dan tertata secara apik melalui dimensi kuda-kuda, gerak serang, pukulan dan sikut keras yang merupakan ciri khas tersendiri. Pola inilah yang membedakan ilmu bela diri Beksi dengan ilmu bela diri lainnya. Dalam ilmu beladiri Beksi terdapat jurus-jurus yang memiliki ciri khas tersendiri. Jjurus Beksi terkenal dengan pukulan serta tendangan yang keras, cepat, ringkas dan mengarah pada tempat-tempat yang mematikan tubuh lawan. Pada ilmu bela diri Beksi, sebelum mempelajari jurus, pesilat baru biasanya mengikuti syarat penerimaan murid yang disebut Rosulan atau Ngerosul, yaitu kegiatan atau ritual berupa tawasul disertai zikir tahlil memanjatkan doa pada Allah. Ini dimaksudkan agar dalam mempelajari seni bela diri Beksi diberi kemudahan, kekuatan, ketabahan dan kesabaran. Dalam jalan jurus Beksi, ada banyak gerakan yang menghentakkan kaki ke lantai, yang disebut gedig serta gerakan tangan yang sangat cepat. Oleh sebab itu dianjurkan untuk melotot dan tidak berkedip dalam mengantisipasi gerak lawan.

  • Silat Cingkrik 

Cikal bakal silat dari Rawa Belong, memiliki sebutan ‘Lu Jual Gue Beli’ menjadi ciri khas dari aliran silat ini. Gerakan Cingkrik pada dasarnya adalah mengandalkan gemulai gerakan tangan dan kecepatan gerakan kaki. Aliran ini merupakan satu dari 300 lebih aliran silat yang ada di Betawi. Aliran silat ini bisa ditemui di daerah Rawa Belong, Jakarta Barat. Tokoh Si Pitung disebut-sebut salah satu tokoh yang menekuni dan mengajarkan Silat Cingkrik. Sebagaimana dilansir setubabakanbetawi.com, aliran Silat Cingkrik yang hingga kini masih eksis adalah aliran Cingkrik Goning dan Cingkrik Sinan. Penamaan aliran itu diambil dari nama pewarisnya yaitu Engkong Goning dan Engkong Sinan. 

Karakter teknik bela dirinya adalah mengandalkan takedown atau bantingan. Cingkrik Goning misalnya, memiliki 80 teknik bantingan yang bisa dipelajari sampai tamat. Dua guru besar Cingkrik yaitu Engkong Goning dan Engkong Sinan mempunyai murid yang meneruskan ilmu bela diri ini kepada generasi muda. Pewaris Cingrik Goning sekarang adalah Tb. Bambang Sudradjat yang melatih di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia. Sementara Cingkrik Sinan terus bertahan dan berkembang di Rawa Belong dan sekitarnya. Penerus yang saat ini menonjol yaitu Bang Bachtiar.

  • Silat Tiga Berantai

Anda tentu sudah mengenal, Uwais Qorni atau Iko Uwais, bintang film laga asal Indonesia yang bekiprah di pentas Hollywood. Diketahui, aktor berdarah Betawi itu telah menekuni Silat Tiga Berantai selama kurang lebih 20 tahun. Ia menyebutkan bahwa ilmu bela diri itu adalah warisan dari sang kakek yang tidak lain adalah pelatih di sebuah perguruan yang mendalami Silat Tiga Berantai. Bekal itulah yang kemudian membawa dirinya menjadi Juara III Kejuaraan Silat Daerah Antar Perguruan DKI Jakarta 2003 dan Penampilan Terbaik Kategori Dewasa Tunggal pada Festival Pencak Silat Cibubur 2005. Tapak karirnya berlanjut dengan mengikuti beberapa kompetisi silat mancanegara, seperti Rusia, Laos, Perancis dan Inggris. Film Merantau (2009) sebagai film laga yang dibintangi Iko pada akhirnya membawa dirinya masuk dalam industri film laga, baik dalam maupun luar negeri. 

Sobat Budaya, Silat Tiga Berantai disebut-sebut merupakan warisan permainan silat tokoh sejarah Jakarta, yaitu Pangeran Jayakarta yagn kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh pewarisnya dan generasi setelahnya. Perguruan silat Tiga Berantai ini didirikan oleh H. Achmad Bunawar (H. Mamak) pada tahun 1974. Ilmu bela diri itu terdiri dari tiga aliran besar ilmu silat, yaitu Si Macan, Si Tembak, dan Si Karet. Si Macan adalah ilmu silat yang dimiliki dan diwariskan Pangeran Jayakarta. Cirinya adalah serangan cakar jari tangan dengan landasan tenaga dalam yang kuat. Dalam pertarungan, cakar digunakan untuk menyerang titik lemah musuh, seperti mata dan tenggorokan.

Adapun Si Tembak adalah ilmu silat yang diwariskan Pangeran Sugiri, kerabat Pangeran Jayakarta. Ciri khasnya adalah menggunakan pukulan telapak kedua belah tangan dengan posisi tubuh yang tegap dan kuda-kuda yang kuat. Pukulan telapak yang terbuka serta dialiri tenaga dalam itu dilakukan dengan cepat dan berkali-kali dengan kedua lengan lengan saling memukul sehingga menimbulkan bunyi. Sedangkan Si Karet, adalah ilmu silat yang merupakan penggabungan dari berbagai aliran. Karakter gerakannya cepat dan keras serta memiliki variasi serangan dan gerak yang beragam. Aliran yang membentuknya, antara lain, aliran Kebon Manggis dari H Solihin, Cikaret dari Jawa Barat, aliran Mak Inem Pengasinan dari Karawang, dan Serak dari Pak Muhin di Tenabang.

Dengan warisan aliran silat yang begitu kaya, tidak mengherankan jika Tiga Berantai menjadi perguruan silat yang cukup disegani. Perguruan Tiga Berantai, disebutkan merupakan satu di antara perguruan pendiri Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Di sejumlah kejuaraan silat, sering kali mereka yang menekui Silat Tiga Berantai menjuarai turnamen pencak silat, baik dalam dan luar negeri.

  • Silat Sabeni

Penamaan aliran silat ini diambil dari nama penemunya yaitu Bang Sabeni. Ia adalah seorang tokoh Betawi yang juga pendekar silat legendaris di Jakarta, selain Pitung dan Jampang. Ia lahir sekitar tahun 1860-an di Kebon Pala, Tanah Abang, Jakarta Pusat dari orangtua bernama Chanam dan Piyah. Di kawasan kelahirannya, Sabeni aktif mengajarkan ilmu silat kepada anak-anak muda. Nama Sabeni, menjadi perbincangan ketika berhasil mengalahkan Murtado, pendekar silat di daerah Kemayoran yang kerap dijuluki Macan Kemayoran. Dikisahkan, kala itu Sabeni ingin melamar putri Murtado, tetapi syaratnya harus bisa mengalahkan jawara Kemayoran itu dalam duel silat. Syarat itu diterima dan dalam duel silat itu Sabeni berhasil mengalahkan Murtado. 

Selepas Bang Sabeni wafat, aliran silat ini diwariskan dan diteruskan oleh putranya, M. Ali Sabeni dan berlanjut ke cucunya, yaitu Zulbachtiar bin M. Ali Sabeni. Hingga kini, aliran silat Sabeni terus dilestarikan. Ragam jurus aliran silat Sabeni terkenal karena kecepatan dan kepraktisannya. Salah satu ciri khasnya adalah permainan yang rapat dan gerak tangan yang sangat cepat. 

Ciri khas, Silat Sabeni memiliki 15 teknik pukulan. Antara lain, Jalan Jurus I, Jalan Jurus Kotek, Jalan Jurus Sikut, Jalan Jurus Tampar Monyet, Jalan Jurus Sendok, Jalan Jurus Pulir, Jalan Jurus China 1 dan China 2, Jalan Jurus Genggang, Jalan Jurus Tangkis Sangkolan/Pukulan Lawan, Jalan Jurus Kelabang Nyebrang, Jalan Jurus Empat Kalima Pancer, Jalan Jurus Longok, Jalan Jurus Merak Ngigel, Jalan Jurus Naga Ngerem dan Jalan Jurus Selat Bumi.

Khusus untuk jurus Kelabang Nyebrang merupakan gerakan yang mengejar lawan dengan cepat seperti kelabang mengejar mangsanya berliku-liku, dengan dikombinasikan permainan tangan yang cepat tanpa henti yang dibarengi sesekali sabetan kaki kanan kiri secara bergantian. Jurus Kelabang Nyebrang ini apabila dilakukan dengan keluwesan dan kecepatan yang tinggi, memang akan sulit sekali untuk dihadapi karena konsentrasi lawan terpecah dua antara menghadapi serangan dari atas dan menghindari sabetan kaki agar tidak jatuh terbanting.

Sementara Jurus Merak Ngigel ini meniru gerakan Merak yang sedang menari kasmaran membentangkan bulu-bulu ekornya sambil menggoyang-goyangkan pantatnya (ngigel) ke kanan dan ke kiri. Jurus ini biasanya digunakan untuk pertarungan sangat dekat. 

Adapun jurus Selat Bumi merupakan jurus inti dalam Silat Sabeni. Tehnik ini merupakan penggabungan dari seluruh jurus dasar yang dimainkan dengan posisi kuda-kuda sangat rendah (hampir jongkok) dengan arah gerakan kaki berdasarkan arah mata angin. Jurus ini dimulai dengan posisi kuda-kuda rendah, dilanjutkan dengan jurus lainnya. Jurus ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Mengingat, tenaga berikut tehnik gerakannya harus mampu membanting lawan dengan sabetan kaki dalam posisi kuda-kuda sangat rendah.

Meski aliran Silat Sabeni berfokus kepada permainan tangan kosong, dalam variasi tehnik pengembangannya juga diperkenalkan permainan senjata sebagai alat bantu. Senjata yang biasa digunakan yaitu Golok dan Cuki, atau kain panjang seperti selendang yang dililitkan di pinggang atau disampirkan di leher, berfungsi untuk menyabet tangan atau kaki lawan serta mengambil senjata lawan. Syarat menggunakan kedua senjata itu setelah seluruh murid silat menamatkan jurus dasar berikut tehnik pengembangan kombinasi jurus. 

  • Silat Silo atau Silau Macan

Aliran silat Betawi Silau Macan ini berasal dari Condet, Jakarta Timur. Ilmu bela diri itu diperkenalkan oleh seorang pendekar Betawi legendaris yaitu Entong Gendut dari Condet. Bagi masyarakat Betawi yang tinggal di Condet, Entong Gendut adalah seorang pahlawan yang dikenal pernah melawan kebijakan pemerintahan kolonial Belanda ketika secara semena-mena menerapkan pajak cukup tinggi kepada penduduk setempat. Disebutkan, Entong Gendut juga dikenal memiliki ilmu kanuragan, atau kebal terhadap peluru serta golok sakti yang menjadi senjata menghadapi militer Belanda. Lantaran kebijakan pajak yang meresahkan penduduk, Entong Gendut dan pasukannya menyerbu Vila Nova pada 5 April 1916. Tempat itu dihuni oleh seorang tuan tanah Belanda, Lady Rollinson. Lokasinya berada di Tanjung Timur, atau dahulu sering disebut Tandjoeng Oost. Bangunan itu persisnya terletak di komplek asrama polisi, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ketika Belanda mengerahkan bala bantuan dari Batavia, perlawanan Entong Gendut dan pasukannya itu dapat ditumpas. Terdapat beragam versi cerita mengenai jejak Entong Gendut setelah peristiwa penyerbuan Vila Nova. Ada versi yang menyebutkan bahwa Entong Gendut ditembak oleh pasukan Belanda di Batu Ampar Condet. Ada juga versi yang menyebutkan bahwa tubuh Entong Gendut dibuang ke laut oleh Belanda. Sementara versi lainnya menyebutkan tubuh Entong Gendut mupus atau menghilang. 

Lepas dari itu, ilmu silat Silau Macan yang diwarisi oleh Entong Gendut hingga kini masih diteruskan dan dikembangkan oleh keturunannya. Kekhasan aliran silat Silau Macan adalah karakter gerakannya yang tidak mengenal tendangan. Ciri lainnya adalah kuda-kuda yang rendah. Dulunya, para pemula melatih kuda-kuda agar kuat itu di kolong meja. Keunikan lainnya adalah tehnik kuncian tangan gerakan lawan. Disebutkan ada aliran silat lainnya yang diwarisi oleh Entong Gendut yaitu Silat Cimacan dan Cikalong.  

  • Silat Mustika Kwitang atau Silat Kwitang

Silat Kwitang diyakini diwariskan oleh leluhur keluarga Haji Muhammad Zaelani. Silat khas Betawi ini dipengaruhi oleh seni bela diri Tionghoa. Umumnya dari berbagai versi cerita, Silat Kwitang merupakan produk akulturasi budaya antara Betawi dengan ilmu bela diri Tionghoa. Dikisahkan, aliran bela diri Tionghoa itu dibawa oleh seorang tabib atau shiense asal Tiongkok bernama Kwe Tang Kiam yang kemudian berlabuh di Batavia pada abad 17. Selanjutnya ia memilih untuk tinggal dan menetap di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. 

Selain jago meracik obat-obatan dari bahan alami, Kwe Tang Kiam juga mahir ilmu bela diri. Menurut G.J Nawi (2016) dalam bukunya yang berjudul Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi, Tang Kiam adalah seorang pembantu dan murid Kam Siok, seorang pendekar ilmu bela diri Kuntao asal Hokkian atau Tiongkok Selatan. 

Suatu ketika, Kwe Tang Kiam pernah menjajal ilmu bela diri dari leluhur Muhammad Zaelani yang juga pendekar silat Betawi. Dari cerita turun-temurun, kakek Muhammad Zaelani berhasil mengalahkan Tang Kiam. Kakek dari Muhammad Djaelani disebutkan mempunyai ilmu silat maen pukulan berjurus Pangeran Kapak, serta ilmu kebatinan. Keduanya lalu bersahabat dan Tang Kiam mengajarkan ilmu beladiri Kuntao. Besar kemungkinan modifikasi kedua aliran silat itulah yang kemudian dinamakan Silat Kwitang. Mulanya, sang kakek hanya mengajarkan ilmu silatnya kepada keluarganya. Dalam perkembangan, rupanya animo masyarakat cukup besar. Guna mewadahi minat tersebut, Zaelani mendirikan perguruan pencak silat aliran Kwitang pada 27 September 1948 bertepatan dengan diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional PON I di Solo. Perguruan ini kemudian diwariskan kepada cucunya yaitu Haji Muhammad Zakaria Abdulrachim. Pada PON II, Zakaria tampil sebagai atlet . Ketika itu pencak silat resmi menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan. Pada nomor seni yang dipertandingkan, Zakaria keluar sebagai juara.

Ciri khas aliran silat Mustika Kwitang ini adalah kuda-kuda sedang, gerak jurus yang kuat disertai dengan tehnik lontaran pukulan cepat, keras dan bertenaga. Terdapat tiga jurus utama dalam aliran bela diri Mustika Kwitang. Pertama, Jurus Dasar Tangan Kosong yang terbagi menjadi delapan (8) jurus yaitu: (i) Jurus gerakan pukulan menyamping; (ii) Jurus gerakan pukulan lurus kearah perut dan tangkisan pukulan ke arah perut; (iii) Jurus gerakan pukulan lurus ke arah muka dan tangkisan ke arah muka; (iv) Jurus gerakan pukulan meyamping dan tangkisan tendangan atau Lok Bee; (v) Jurus g erakan menangkap pukulan lawan dan membalas dengan pukulan menyamping; (vi) Jurus gerakan menangkap pukulan lawan dan membalas dengan sikutan serta pukulan; (vii) Jurus pukulan menyamping dan tangkisan tepis serta menyikut; (viii) Jurus tangkapan pukulan dan mematahkan.

Kedua, jurus inti tangan kosong yang terbagi menjadi sembilan (9) jurus. Jurus ini merupakan tehnik tingkat lanjut setelah pesilat menguasai jurus dasar, tangan kosong dengan sempurna. Sepuluh jurus itu terdiri dari; (i) Jurus tembak atau pukulan beruntun; (ii) Jurus Piong; (iii)  Jurus gelombang 1; (iv) Jurus gelombang 2; (v) Jurus gelombang 3; (vi) Jurus gelombang 4; (vii) Jurus gelombang 5; (viii) Jurus gelombang 6; (ix) Jurus naga berenang. 

Ketiga adalah jurus senjata. Setelah menguasai jurus dasar dan jurus inti dan lulus ujian yang diberikan oleh pelatih, maka pesilat akan diberikan jurus senjata. Jurus ini terdiri dari 5 tehnik menggunakan senjata antara lain (i) Jurus pisau; (ii) Jurus golok; (iii) Jurus toya; (iv) Jurus koleam; (v) Jurus Taichu. 

Diketahui, hingga kini perguruan pencak silat Mustika Kwitang mempunyai tujuh cabang di seluruh Jakarta. Para pesilatnya pun juga telah tersebar di Medan, Makassar, Pekalongan dan daerah lain di Indonesia. Aliran itu kemudian juga diminati masyarakat mancanegara. Zakaria sebagai pewaris Silat Kwitang beberapa kali diundang sebagai tamu dalam perhelatan pencak silat yang digelar di Inggris, Perancis dan Malaysia. Dikabarkan, Silat Kwitang itu lalu dikembangkan di London dan Perancis. 

  • Silat Pusaka Djakarta

Kekhasan dari Perguruan silat Pusaka Djakarta terletak pada tehnik gerakan tangan dan kaki dengan cepat, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada lawan untuk menyerang balik. Perguruan silat ini dibentuk oleh maestro silat Betawi, Haji Sanusi atau populer disapa Babe Uci. Ia bersama rekan sejawatnya mendirikan perguruan silat Pusaka Djakarta pada tahun 1957. Mulanya, perguruan silat ini dinamai Pencak Silat Pusaka Putera Djakarta (PPSD). Namun atas saran guru Babe Uci, yaitu guru Mursadi, nama perguruan itu dirubah menjadi Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD). Tempat Perguruan Silat Pusaka Djakarta berlokasi di Jalan Dr Saharjo, RT 09/10, No. 15, Kelurahan Manggarai Selatan, Tebet, Jakarta Selatan. Di tempat itu juga, Babe Uci tinggal. Lantaran belum ada tempat untuk berlatih silat yang tetap, para pesilat biasanya menggunakan lapangan atau halaman kantor kelurahan. 

Seperti dilansir, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia, setiap jurus yang diajarkan di perguruan ini bersumber dari Pangeran Pakpak, yaitu cucu Sunan Gunung Jati. Diketahui, Pangeran Pakpak mengajarkan ilmu bela dirinya itu secara turun temurun sampai kepada muridnya lalu sampai pada Babe Uci. Seperti diketahui, Sunan Gunung Jati selain menjadi Raja di Kesultanan Cirebon (1482-1568) merupakan satu di antara wali Songo yang menyebarkan dakwah Islam di daerah Cirebon. 

Bila melihat sanad ilmunya, maka tidak heran bila setiap jurus dan gerakan silat di PSPD kental dengan kaidah ajaran Islam. Selain untuk belajar ilmu bela diri, pencak silat Pusaka Djakarta juga selalu mengajarkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap latihannya. Seperti berwudhu dan salat sunnah dua rakaat serta berdoa sebelum memulai latihan rutin. Metode pelatihan dan pengajian yang ada di Perguruan PSPD membuat setiap anggota memiliki unsur moral dan agama. Babe Uci selalu memberikan nasehat-nasehat setelah selesai latihan. Nasehat yang selalu diberikan adalah untuk selalu menjaga akhlak, menjaga solat, dan selalu hormati yang lebih tua serta hargai yang lebih muda.

Dalam pelatihannya Perguruan PSPD tidak memungut biaya sepeser pun kepada muridnya. Babe Uci selalu melarang keras bahwa pendidikan dan pengajaran silat bukan untuk memperkaya diri. Larangan memungut biaya itu juga merupakan pesan yang terus diwariskan turun-temurun dari guru silatnya Babe Uci. Bagi Babe Uci, Sholat dan doa-nya para murid sudah menjadi imbalan dan ladang pahala baginya untuk bekal di akhirat kelak.

Melansir Warisan Budaya Kemendikbud, Perguruan PSPD memiliki jadwal latihan rutin di setiap minggunya. Yaitu pada hari Jum’at malam Ba’da Isya. Biasanya anak-anak usia dini terlebih dahulu yang memulai latihan sampai dengan pukul sembilan malam. Setelahnya, orang-orang dewasa yang berlatih dan biasanya berlatih silat sampai tengah malam. 

Hingga kini, PSPD memiliki ratusan murid yang terbagi dalam 13 ranting dan tersebar di wilayah Jabodetabek. Ranting perguruan silat itu terdiri dari; 1) Ranting Mangggarai; 2) Ranting Menteng Dalem; 3) Ranting Rawajati; 4) Ranting Batu Merah; 5) Ranting Kalibata; 6) Ranting Pulo; 7) Ranting Ketapang; 8) Ranting Tambun; 9) Ranting Fatahillah; 10) Ranting Al Ikhlas; 11) Ranting Al Hikmah; 12) Ranting Pekojan; dan 13) Ranting Cimanggis. 

  • Silat Troktok

Aliran silat ini diperkenalkan oleh Haji Dilun bin Syairan bin Madi atau akrab disapa Kong Haji Dilun. Ia mengembangkan ilmu Silat Troktok di Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Kong Haji Dilun yang hidup di sekitar tahun 1843-1963 membawa ilmu bela diri itu setelah mempelajarinya melalui gurunya yaitu, Guru Marzuki dari Rawakidang Tangerang. Kiprah Guru Marzuki selain sebagai pandai silat, juga dikenal sebagai ulama terkemuka di Betawi yang hidupnya semasa dengan ulama keturunan habaib yaitu Habib Ali Al-Habsyi, Kwitang. 

Berdasarkan Warisan Budaya Tak Benda, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dijelaskan bahwa silat Troktok kerap disebut dengan “Langkah” atau “Ronce”. Kong H Dilun merupakan murid angkatan pertama asal Ulujami yang mempelajari aliran silat ini. Selanjutnya beliau menurunkan kepada anak-anaknya yang satu di antaranya adalah H.M.Syukri. Langkah Kong H Dilun belajar kepada Guru Marzuki kemudian diikuti oleh beberapa anggota keluarga dan kerabat lainnya asal Ulujami. Mereka antara lain Ki Belum atau H.Hablum, Ki Inan dan Kong Awih (Peninggaran Cipulir). 

Dahulu orang-orang wilayah Petukangan dan sekitarnya, menyebut silat Troktok dengan sebutan silat Langkah. Oleh sebab itu penyebutan nama Langkah dan nama Troktok disatukan menjadi Langkah Troktok. Disebut silat Langkah karena menjalankan jurus silatnya sambil melangkah. Kekhasan dari aliran silat Langkah Troktok ini adalah selalu menyerang dengan tangan yang bergerak dinamis ke kiri dan kanan yang saling susul-menyusul ke area pertahanan atau titik kelemahan lawan. 

Guna mewadahi pengembangan dan melestarikan silat Langkah Troktok ini, putra H. M Syukri yaitu Muhammad Nasri mendirikan Perguruan Silat Betawi Langkah Troktok atau disingkat Si Belatok pada tahun 1983. Perguruan Si Belatok berlokasi di Jalan Haji Dilun RT 002, RW 05, No. 17, Ulujami Pesanggrahan, Jakarta Selatan. 

Saat ini Perguruan Si Belatok telah menyebarkan ilmu silat Langkah Troktok melalui jalur pendidikan formal yaitu sekolah, mulai tingkat dasar sampai tingkat menengah. Penyebaran itu dilakukan melalui kegiatan ekstrakulikuler. 

Silat Langkah Troktok diawali dengan Jurus Angin dan berlanjut dengan pengenalan empat (4) jurus dasar yang terdiri dari: 1) Jurus Pukul; 2) Jurus Deprok; 3) Jurus Kancut/Bentak; 4) Jurus Kepang/Seliwa. Setelah itu berlanjut ke pengenalan tehnik jurus Langkah yang susunannya terdiri dari: 1) Langkah 2 Kurung; 2) Langkah 3 Kurung; 3) Langkah 4 Totok atau Colong; 4) Langkah 5 yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu: a) Langkah 5 Sangkol dan b) Langkah 5 Tetes, serta; 5) Jurus Langkah 1, juga terbagi menjadi dua bagian yaitu: a) Langkah 1 Silo Macan; dan b) Langkah 1 Ngayak. 

Bila keseluruhan jurus awalan dan jurus dasar telah dikuasai sepenuhnya, maka tahap berikutnya adalah tehnik jurus gerak-gerak sambut. Berikut beberapa jurus dalam tehnik atau gerakan sambut; 1) Kancut/Bentak; 2) Patah kaki; 3) Cekikan; 4) Guntingan; 5) Kelim; 6) (n)jiret; 7) Patah pinggang; 8) Junjang; 9) Limbang; 10) Sabet kaki; dan 11) Bendung.

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com