Berita Kebudayaan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Berhasil Mendapatkan 6 Sertifikat Warisan Budaya Takbenda Tahun 2021

WhatsApp Image 2021-11-09 at 15.31.11.jpeg

Warisan Budaya Takbenda (intangible cultural) adalah berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta instrumen, obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya bahwa masyarakat, kelompok dan dalam beberapa kasus, perorangan merupakan bagian dari warisan budaya tersebut [Konvensi UNESCO 2003].

Warisan Budaya Takbenda ini diwariskan dari generasi ke generasi, yang secara terus menerus diciptakan kembali oleh masyarakat dan kelompok dalam menanggapi lingkungan sekitarnya, interaksi mereka dengan alam dan sejarah mereka, dan memberikan rasa identitas yang berkelanjutan, untuk menghargai perbedaan budaya dan kreativitas manusia. 

Sebagai bentuk pelindungan terhadap kelestarian karya budaya, maka setiap Pemerintah Provinsi di Indonesia mengusulkan karya budayanya untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) melalui penetapan dari Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemdikbudristek RI). 

Pada tahun 2021, terdapat 289 penetapan WBTB yang 6 (enam) diantaranya adalah WBTB Provinsi DKI Jakarta. Adapun target Kemdikbudristek RI tahun 2021 adalah sebanyak 272 penetapan WBTB se-Indonesia. Tentu hal ini adalah capaian luar biasa bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena ada peningkatan dari penetapan tahun sebelumnya (2020) yang hanya berhasil menetapkan 1 (satu) karya budaya, yaitu Silat Sutera Baja.

Pada awalnya, pengusulan penetapan WBTB dari Provinsi DKI Jakarta adalah sebanyak 11 (sebelas) karya budaya, yakni Semur Jengkol, Oblog, Ongol-Ongol, Putu Mayang, Kopi Jahe Betawi, Panggal Betawi, Tamat Quran Betawi, Sayur Sambal Godog Betawi, Silat Gerak Saka, Asinan Betawi dan Golok Betawi.

Setelah melalui proses yang cukup panjang dengan kolaborasi dan kerjasama yang baik dari Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, LKB, BPNP Jawa Barat dan dukungan dari berbagai pihak serta penilaian dan kajian dari Tim Penilai Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Indonesia, maka diputuskan ada 6 (enam) karya budaya Provinsi DKI Jakarta yang lolos maju sidang dan berhasil ditetapkan sebagai WBTB Tahun 2021, yaitu Panggal Betawi, Tamat Quran Betawi, Sayur Sambal Godog Betawi, Silat Gerak Saka, Asinan Betawi dan Golok Betawi.

Sidang penetapan WBTB Tahun 2021 dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2021 dengan dihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Kepala Bidang Pelindungan Kebudayaan, Kepala Seksi Nilai Budaya, para anggota Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNP) Jawa Barat, Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan perwakilan dari masing-masing daerah pengusul. 

Adapun penjelasan terkait keenam Warisan Budaya Takbenda Provinsi DKI Jakarta yang telah ditetapkan pada tahun 2021 antara lain sebagai berikut:

1. Panggal Betawi
Panggal Betawi adalah permainan tradisional yang hidup dan berkembang di wilayah budaya Betawi (Jabodetabek). Alat permainan panggal atau gasing ini dibuat dari kayu yang keras (jambu klutuk, nangka, mahoni) dan dibentuk seperti krucut. Ukurannya mulai dari berdiameter 5, 8, 10, 13 sentimeter atau sebesar buah alpukat jumbo. Tinggi panggal mulai dari bawah ke atas antara 5 sampai dengan 13 sentimeter. Bentuk panggal antara lain bentuk kerucut atau kukusan (Gasing Jantung), bentuk ceper/teple (Gasing Barembang) dan bundar. Untuk memperindah tampilan, biasanya panggal diberi motif hias dengan warna-warni. 

Untuk memainkan Panggal Betawi, pemain menggunakan alat bantu seperti tali atau tambang sesuai dengan besar kecilnya panggal. Jumlah pemain tidak dibatasi, semakin banyak yang ikut bermain akan menjadi lebih menarik.
 
Permainan Panggal Betawi sudah dimainkan oleh masyarakat Betawi sejak pertengahan abad ke-19. Sesudah Indonesia merdeka, sekitar tahun 1950-an, permainan ini mulai masif kembali dimainkan oleh masyarakat, baik anak-anak, remaja, dan orang tua. 

Ada tiga jenis panggal/gasing yang diperlombakan, yaitu: Gangsing Jantung (Kerucut/Kukusan), Gasing Berembang (Ceper/Teple), dan Gasing Bunder dengan jenis penilaian kampakan, atraksi, dan lama-lamaan (durasi) yang dilakukan di lahan tanah dengan lingkaran berdiameter 0,5 - 1 meter (dialasi triplek).
 
Peralatannya terdiri dari panggal terbuat dari batang pohon asam, jambu batu atau sawo  yang berbentuk kerucut dan diberi potongan paku di ujung bawahnya. Tali digunakan sebagai alat untuk melempar gasing ke arena yang telah ditentuan.
 
Panggal Betawi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Tahun 2021 dengan domain Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional.

2. Tamat Quran Betawi
Tamat Quran Betawi (Khatam Quran) sangat penting artinya bagi masyarakat Betawi, hal ini dikarenakan sebagai pertanda bahwa seorang anak dianggap telah menjadi orang yang mengerti ajaran agama. Khatam Quran menjadi bagian penting dari siklus/daur hidup masyarakat betawi. Merujuk pada dakwah Islam sekitar abad ke-15, khususnya pada kegiatan-kegiatan dakwah para wali, khatam quran sepertinya sudah diperkenalkan.

Adapun maksud dari Tamat Quran Betawi ini adalah untuk memberikan penghargaan dan edukasi kepada para peserta didik yang khusus menekuni pelajaran Al-Quran. Dengan upacara ini, anak-anak dipacu belajar lebih semangat dan giat karena ketika para peserta didik telah menamatkan pelajaran-pelajaran itu akan diberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi.

Pada kegiatan Tamat Quran Betawi, biasanya bagi keluarga yang mampu diadakan hiburan yang kental dengan nuansa islami seperti Tari Zapin Betawi, Orkes Gambus atau Hajir Marawis. Hal ini dilakukan agar anak-anak yang telah tamat quran dapat terhibur dan termotivasi.

Tamat Quran Betawi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Tahun 2021 dengan domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus dan Perayaan-Perayaan.

3. Sayur Sambal Godog Betawi
Bagi Masyarakat Betawi, Sayur Sambel Godog merupakan masakan istimewa karena disajikan pada hari-hari khusus seperti lebaran, pernikahan, Nuju Bulan, dan Nisfu Sya’ban.  Akan tetapi, sebenarnya sayur ini biasa dimasak dan disajikan sehar-hari pada masyarakat Betawi. Sebutan lain dari Sayur Sambal Godog Betawi adalah ketupat sayur atau lontong sayur.

Sayur Sambal Godog Betawi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Lontong Cap Gomeh sehingga diyakini bahwa sayur ini mendapat pengaruh teknik pengolahan dari masyarakat Tionghoa yang memang telah menjadi bagian dari masyarakat Batavia (Jakarta). Dikatakan Sayur Sambel Godog karena merupakan gambaran harmonis dari kondisi objektif masyarakat Indonesia pada umumnya, yang menjadi simbol kesatuan dan kebersamaan.

Bagi masyarakat Betawi, Sayur Sambal Godog Betawi menjadi wajib ada di meja makan sebagai hidangan lebaran. Bisa dibuat dari pepaya muda atau labu siam. Pada umumnya orang lebih suka memakai pepaya muda karena buah ini tidak cepat hancur (benyek) seperti labu siam sehingga dapat dihangatkan berulang kali.

Bahannya terdiri dari pepaya muda ukuran sedang, petai (iris kasar bijinya), kacang panjang, kentang, santan dari 1 butir kelapa parut, lengkuas, geprek, sereh digeprek, daun salam, minyak untuk menumis dan bawang merah goreng sebagai taburan.  Kemudian bumbunya terdiri dari bawang putih, bawang merah, cabe merah, kemiri, kunyit dan garam secukupnya.

Sayur Sambal Godog Betawi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Tahun 2021 dengan domain Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional.

5. Silat Gerak Saka
Silat Gerak Saka adalah salah satu seni bela diri tradisional masyarakat Betawi. Silat Gerak Saka awal mulanya berasal dari tanah Pasundan yang memang dari keluarga menak yaitu Raden Widharma Atmaja yang kemudian diajarkan kepada H. Muhamad Sjafe’i yang akrab dipanggil bang Pi’i (1931-2001).

Pada awalnya aliran silat ini bernama asli Gerak Gulung Pribumi, tetapi ketika akan didaftarkan ke Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), bang Pi’i mengubah namanya menjadi Gerak Saka. Singkatan dari Sakadaekna (bahasa Sunda) yang artinya sesukanya pada tahun 1975.

Silat Gerak Saka sudah berjalan sampai tiga generasi. Generasi pertama adalah bang Pi’i dan dua kawannya yaitu Pak Iyus dan Pak Yayat. Generasi kedua diturunkan kepada murid-murid bang Pi’i yaitu bang Muhammad Sani, bang Abdullah/bang Lah dan bang Nur Ali Akbar (bang Nunung). Kemudian generasi ketiga adalah bang Andri Darmawan.

Keunikan Silat Gerak Saka memiliki 5 (lima) jurus dasar, yaitu:
 
Jurus 1: Awalan (Gerakan tangan menutup dan membuka yang dilakukan berulang ulang dengan filosofi berdoa kepada sang Pencipta, Posisi kaki terbuka)
Jurus 2: Maju (Sikap dan Gerakan tangan sama, Posisi kaki kanan maju kedepan)
Jurus 3: Menyamping (Posisi Badan memutar kesamping kanan/kiri dengan gerakan dan posisi kaki sama dengan jurus 2)
Jurus 4: Menutup (Sikap Tangan menutup)
Jurus 5: Gerakan sama dengan Jurus 2 hanya sikap tangan yang berbeda

Keunikan dan pengembangan jurus Silat Gerak Saka dilakukan sesuai dengan karakter masing-masing pesilat sehingga lima jurus tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan filosofi nama gerakannya yaitu Gerak Saka (Sakadaekna).

Lokasi persebaran Silat Gerak Saka antara lain di Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat dengan 18 cabang diantaranya Rawa Belong, Joglo, Kebayoran Lama, Kebon Jahe, Pesing dan Petojo. 

Silat Gerak Saka ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Tahun 2021 dengan domain Tradisi Lisan dan Ekspresi.

5. Asinan Betawi
Asinan Betawi merupakan salah satu kuliner masyarakat Betawi. Disebut asinan karena rasa asin yang dominan pada kuliner ini. Asinan Betawi didominasi dengan aneka sayur-sayuran mentah ditambah dengan kacang tanah dan kerupuk mie kuning dan diberi kuah asinan.
 
Dilihat dari sejarahnya, belum banyak data yang ditemukan mengenai awal mula kemunculan kuliner ini ditengah-tengah masyarakat Betawi. Akan tetapi kuat dugaan bahwa proses pengolahan sayur-sayuran menjadi asinan mendapat pengaruh kuat dari penduduk non Betawi yang ada di Batavia.
 
Rasa asin yang dominan didapat dari sawi asin yang dibuat dengan cara fermentasi rendaman air cuka dan garam. Menelisik proses pembuatan sawi asin, cukup jelas pengaruh dari teknik pembuatan makanan berfermentasi yang dilakukan masyarakat yang berasal dari Tionghoa, Arab, atau India.
 
Selain itu, kerupuk mie kuning yang merupakan bagian dari Asinan Betawi pada dasarnya diduga sebagai akulturasi kuliner dari masyarakat Tionghoa yang tinggal di Batavia. Kerupuk ini adalah bentuk lain dari model mie yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Tionghoa.

Adapun perbedaan Asinan Betawi dengan asinan daerah lain adalah bahan-bahannya yang didominasi oleh sayur mayur yang dipadu dengan bumbu pedas manis dan diperkaya oleh rasa gurih dari kacang tanah goreng. Asinan Betawi dimasak dengan cara seperti membuat acar. Untuk bumbu kuah, asinan Betawi terbuat dari bumbu kacang yang segar karena dicampur dengan cuka dan cabai. Sebagai pelengkap, asinan Betawi biasanya ditambahkan dengan kerupuk mie kuning dan kerupuk merah.
 
Asinan Betawi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Tahun 2021 dengan domain Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional.

6. Golok Betawi
Golok merupakan salah satu jenis senjata tradisional masyarakat Betawi. Dilihat dari bentuknya, golok adalah sejenis senjata parang atau pedang yang memiliki ukuran yang lebih pendek, tetapi lebih tebal dari pedang pada umumnya. Golok Betawi telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Betawi. Misalnya dalam cerita rakyat Betawi (Si Pitung, Jampang Jago Betawi, Si Angkri, Mirah Singa Betina dari Marunda, dan Murtado Macan Kemayoran) dimana para tokoh dalam cerita tersebut senantiasa melengkapi dirinya dengan gegaman berupa Golok. Dengan gegaman itu Jago atau Jawara mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.
 
Dilihat dari peranannya, golok dibagi dalam dua kepentingan, yaitu golok kerja dan golok simpenan (sorenan). Golok kerja biasa dipergunakan untuk mempermudah pekerjaan seperti memotong, membelah, meruncingkan kayu, memotong daging, dan sebagainya. Oleh karena fungsi tersebut, kerap golok kerja juga disebut sebagai bendo gogol atau bendo dapur. Sementara itu, golok simpenan adalah golok yang hanya dipergunakan pada saat tertentu. Biasanya difungsikan saat memotong (menyembelih) hewan. Fungsi lainnya adalah sebagai asesoris dan perlindungan. Posisi golok biasanya diselipkan di pinggang (sorenan pinggang).
 
Golok Betawi memiliki tiga unsur pokok. Pertama, gagang atau tangkai golok yang berfungsi sebagai pegangan. Kedua, badan golok terdiri atas bagian yang runcing, punggung golok, dan Paksi yaitu bagian badan golok yang masuk ke dalam gagang. Ketiga, sarung atau serangka serta bagian untuk menyelipkan tali.
 
Posisi gagang memegang peranan penting dalam menunjukkan status sang pemilik golok sehingga pemilihan bahan gagang menjadi sangat penting. Gagang terbuat dari gading, tulang hewan, atau kayu keras (batang pohon jambu atau rambutan). Ukiran gagang juga berperan dalam memperindah golok. Jenis ukiran golok biasanya bermotif kepala singa, burung garuda dan ular naga. Golok kerja biasanya memiliki gagang polos tanpa ukiran.
 
Golok memiliki beragam jenis, dalam masyarakat Betawi dikenal 3 (tiga) jenis golok, yaitu Golok Gobag, Ujung Turun dan Betok. Golok Gobak memiliki ujung yang rata serta melengkung di bagian punggung golok. Gagang golok tidak memiliki ukiran dan terbuat dari kayu rengas. Golok Ujung Turun berujung lancip dan memiliki ukiran (wafak), sedangkan golok Betok berfungsi sebagai senjata pusaka.
 
Biasanya para jawara selalu mengasah golok 3 (tiga) hari sekali dan mengoleskan minyak wangi (misik). Minyak ini tidak mengandung air sehingga tidak membuat golok menjadi karatan dan membuatnya tetap tajam. Bagi para jawara, hal ini sangat penting karena sewaktu-waktu dibutuhkan golok dalam kondisi tajam.
 
Golok Betawi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Tahun 2021 dengan domain Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional.

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com