Manuskrip

Naskah Pecenongan, Warisan Literasi Betawi dari Abad ke-19

Ilustrasi: Naskah Pecenongan dari abad ke-19 ditulis dalam aksara Arab berbahasa Melayu (Jawi)

 

Naskah kuno yang tersimpan di Perpustakaan Nasional ini hanyalah sebagian kecil dari kekayaan manuskrip Betawi, yang sebagian besar berada di luar negeri.

Sebagai negara dengan penduduk yang terdiri dari beragam etnis dan suku bangsa, Indonesia menjadi salah satu negara terkaya akan warisan manuskrip. Indonesia patut bersyukur, mengingat tidak semua negara memiliki warisan tertulis tentang masa lalunya. Apalagi, warisan manuskrip yang dimiliki Indonesia tidak hanya kaya dari segi jumlah, tapi juga kaya dilihat dari ragam jenis bahasa dan aksara yang digunakan.

Naskah kuno Pecenongan, karya sastra dari Muhammad Bakir, merupakan salah satu warisan manuskrip yang dimiliki Indonesia dari abad ke-19. Naskah kuno tersebut yang kini tersimpan rapi di Perpustakaan Nasional merupakan bagian kecil dari begitu banyak manuskrip Betawi yang kebanyakan berada di luar negeri. Tercatat berbagai manuskrip kuno tulisan Sapian bin Usman, Sapirin bin Usman, dan Ahmad Baramka kini berada di Leiden dan sebagian di Saint Petersburg.

Naskah kuno Pecenongan merupakan salah satu warisan manuskrip yang dimiliki Indonesia dari abad ke-19.

Muhammad Bakir yang menulis naskah Pecenongan merupakan tokoh yang ada di masa peralihan antara sastra klasik dan sastra modern Indonesia. Tinggal di sebuah langgar dan besar di sebuah kawasan yang disebut Pecenongan, Muhamad Bakir beraktivitas mengajarkan anak-anak membaca Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Tak heran jika dalam naskah tulisannya tersirat pesan-pesan moral sesuai dengan ajaran Islam yang diyakininya.

Naskah tulisan Muhammad Bakir kebanyakan berupa hikayat. Hikayat merupakan salah satu genre dalam sastra klasik yang di dalamnya mengandung hal-hal fantasi. Secara umum, naskah tulisan Muhammad Bakir digolongkan ke dalam lima kategori sastra, antara lain cerita petualangan, cerita wayang, cerita panji, cerita Islam, dan syair simbolik.

Semua naskah Pecenongan ditulis tangan, menggunakan bahasa Melayu bertuliskan Jawi

Semua naskah Pecenongan ditulis tangan, menggunakan bahasa Melayu bertuliskan Jawi. Yang menarik, tulisan tangan Muhammad Bakir yang ditulis pada kertas buatan Eropa berukuran k.l (sama dengan 32×20 sentimeter) ini terlihat berbeda-beda dari setiap naskah, bahkan dalam satu judul naskah sekalipun. Hal menarik lainnya adalah selalu ada ilustrasi pada setiap naskah dan dilengkapi tiga angka tahun sekaligus, yaitu tahun Islam, tahun Masehi, dan terkadang tahun Jawa.

Mengingat Betawi merupakan kawasan yang menjadi pusat pertemuan beragam etnis, pengaruh tersebut terlihat jelas dalam karya satra klasik Betawi awal abad ke-19. Salah satu pengaruh etnis Arab misalnya terlihat dalam penggunaan aksara, sedangkan ilustrasi lebih bercorak Cina. Muhammad Bakir sebagai sastrawan yang ada pada masa antara sastra klasik dan sastra modern tidak melulu menuliskan genre tulisan yang tradisional. Dalam berbagai karya yang lain, Muhammad Bakir juga terlihat mengusung nilai-nilai modernitas dengan memasukkan nilai-nilai rasionalisme dan realisme, serta kerap membenturkan nilai-nilai yang ada.

Sumber: indonesiakaya.com

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com