Manuskrip

Maharaja Garbak Jagat: Kisah Anak Semar yang Berubah Wujud jadi Raja dan Melawan Arjuna

Maharaja Garbak Jagat
Karya lainnya dari pujangga sastra Betawi Muhammad Bakir bin Syafian Usman Fadli yang menceritakan kisah pewayangan adalah Hikayat Maharaja Garbak Jagat. Hikayat ini ditulis Muhammad Bakir dalam bentuk prosa, menggunakan bahasa Melayu dan tulisan Arab-Jawi. Hikayat Maharaja Garbak Jagat bercerita tentang keluarga Pandawa. Pada suatu hari di balai kerajaan sedang ada pertemuan antara Raja Pandawa, Darmawangsa Sang Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa, Purbaya dari Pringgadani, Antareja, Raden Tanjung Anom Angkawijaya, dan juga Semar beserta dengan anak-anaknya. Dalam pertemuan itu mereka sedang membicarakan cincin permata yang ditemukan oleh Gerubuk. Kemudian Raja Darmakusuma mengetahui bahwa cincin tersebut adalah milik Batara Narada yang hilang dan memutuskan untuk mengembalikan cincin kepada pemiliknya di Suralaya. Gerubuk, Nala Gareng, dan Anggalia alias Petruk mendapat tugas mengembalikan cincin kepada Batara Narada. Dalam perjalanan ke Suralaya, mereka dicegat oleh pihak Kurawa, dipimpin oleh Pendeta Dorna, yang ingin merampas cincin tersebut. Gerubuk dan saudaranya kewalahan melawan para pasukan Kurawa. Lalu datanglah Abiyasa untuk membantu Gerubuk, dan saudara-saudaranya. Abiyasa dengan kecerdikannya bisa menyembunyikan cincin tersebut di sela-sela bubul kaki Nala Gareng. Abiyasa pun membuat cincin palsu yang kemudian diberikan Gerubuk. Dorna pun berhasil merampas cincin palsu tersebut Pendeta Dorna pun menyerahkan cincin palsu itu ke Batara Narada. Setelah diberi tahu oleh Batara Narada bahwa cincin itu palsu, Pendeta Dorna kembali pulang ke Astina dengan rasa malu. Gerubuk dan saudaranya berhasil menyerahkan cincin kepada Batara Narada dan diajak naik ke Suralaya sebagai balasan atas jasanya.
 
Namun, Kurawa menyimpan dendam kepada Gerubuk dan saudara-saudaranya karena pernah ditipu berencana hendak membunuh mereka. Mereka mengumpulkan bala tentaranya di tempat yang akan dilewati Gerubuk. Peperangan tidak terelakkan lagi. Sembilan puluh sembilan perajurit Kurawa pun menyerang Gerubuk dan saudara-saudaranya. Namun datanglah batuan Raden Samba dan Patih Lisanpura yang berhasil mengalahkan pasukan Kurawa. Namun Gerubuk dan saudaranya tidak jadi pulang sebab mendengar kabar akan dibunuh oleh Arjuna atas perintah gurunya, Pendeta Dorna, yang dipermalukan oleh Gerubuk. Kemudian Lurah Semar, yang mendengar anaknya akan dibunuh, pergi meninggalkan Amarta untuk mencari anaknya. Ia menyamar sebagai Pendeta Cantrik Marga Semirang yang bertapa di tepi kolam ajaib.
 
Ketika Gerubuk dan saudaranya sampai di tepi kolam, mereka tidak mengenali ayangnay yang telah berubah rupa. Atas nasihat Cantrik Marga Semirang, Gerubuk dan saudaranya mandi di kola, Gerubuk pun berubah menjadi Maharaja Garbak Jagat, Petruk Anggalia menjadi Patih Laya Anggalaya dan Nala Gareng menjadi Bupati Nala Guriang Nala. Garbak Jagat menjadi raja di Banjar Parsanga. Bersama kedua saudaranya, Garbak Jagat menyerang Astina, negeri tempat Kurawa tinggal. Astina pun dapat dikalahkannya, tapi Pendeta Dorna dan anaknya Bambang Sutama berhasil lolos. Suralaya pun tak luput dari serangan Garbak Jagat. Pasukan batara tak mampu bertahan dan kalah melawan pasukan Garbak Jagat. Akhirnya, Batara Guru dan Narada turun ke dunia meminta bantuan dari Arjuna. Arjuna pun kemudian berperang melawan Garbak. Tapi Garbak Jagat tidak mudah dikalahkan. Arjuna merasa kewalahan lalu mengeluarkan senjata saktinya. Garbak Jagat, Patih Laya Anggalaya dan Bupati Nala Guriang Nala yang sedang melawan, terkena anak panah arujua, lalu berubah lagi menjadi Gerubuk, Anggalia dan Gareng. Merka lalu meminta ampun  ke Arjuna. Arjuna memaafkan para punakawan ini dan mereka pun saling berjabat tangan. Ketika melihat anak-anaknya kembali ke wujud aslinya, Semar pun yang berwujud Cantrik Marga Semirang kembali ke wujud aslinya sebagai Semar. Setelah peperangan itu Arjuna pulang ke negeri Amarta. Dorna dan Bambang Sutama pulang ke Astina. Gerubuk, Anggalia dan Gareng pun mengikuti tuannya, Arjuna pulang ke Amarta.

 Bentuk Naskah

Maharaja Garbak Jagat
Naskah Teks ditulis di atas kertas Eropa bergaris berukuran 31 × 19,5 cm. Tidak terdapat cap kertas. Naskah berjumlah 208 halaman. Penomoran halaman asli ditulis dengan angka Arab 1-205. Tiap halaman berisi 17-19 baris. Tulisan masih jelas terbaca. Teks ditulis dengan tinta hitam, yang sudah menjadi coklat tua. Kondisi naskah masih baik. Teks terbagi atas sejumlah paragraf. Saat ini naskah atau manuskrip Hikayat Maharaja Garbak Jagat tersimpan di Perpustakaan Nasional. Naskah ini selesai ditulis tanggal 19 November 1892 tahun Zai atau 29 Rabiul Akhir 1310 Hijriah. Naskah ditulis di Kampung Pecenongan Langgar Tinggi. Informasi yang sama juga terdapat pada hlm. 1. Naskah ditutup dengan syair tentang uang sewa sebesar 10 sen sebagai upah pengarangnya. Muhammad Bakir sedikitnya tiga kali menyatakan uang sewa itu sangat diperlukannya karena ia orang miskin yang sulit menghidupi anak istrinya.

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com