Manuskrip

Kisah Raja Makbur Syah

Ilustrasi @kataomed.com

 

Alkisah pada suatu masa, tersebutlah Raja Makbur Syah yang perkasa. Kekuasaannya sangat besar, wilayah negerinya amat luas dan terus bertambah luas.

Raja Makbur Syah amat suka berperang, selama ini ia belum menemukan lawan yang sepadan. Dalam tiap perang ribuan orang dibantai. Setiap hari tak kurang dari empat puluh orang dibunuhnya.

Tahun berganti, Raja Makbur Syah telah kehabisan orang untuk dibunuh. Baginda resah. Pergilah ia berkeliling mencari orang untuk dibunuh.

Sampai di tepi hutan Raja bertemu seorang tua berjubah putih bersama seorang dara. Dara itu demikian cantiknya hingga Raja terpesona.

"Akan kubunh tua bangka itu," pikir sang Raja. "Dara cantik di sisinya akan kujadikan istri,"

Maka Raja Makbur Syah menghampiri kedua orang itu. "He tua bangka," sabda sang Baginda. "Bersiaplah untuk mati,"

Lelaki tua itu hanya tersenyum ramah.

Raja Makbur Syah segera menguhunus pedang dan menebas. Suara berdentang terdengar, bunga api berpendar. Pedang patah, lelaku tua itu tak bergeming.

Beberapa saat Raja Makbur Syah terpana. Hatinya guncang oleh keterkejutan yang luar biasa. Baru kali ini Baginda melihat kegaiban yang nyata.

"Nah kini balaslah aku orang tua," ujar Baginda. "Tadi kau tak melawan, kini akupun tak akan melawan."

"Ampun Paduka," sembah orang tua itu. "Hamba tak akan membalas."

"Mengapa demikian?"

"Karena Tuhanlah yang berhak membalas."

"Tuhan? Siapa itu?" tanya Baginda Raja Makbur Syah.

"Sungguh Baginda tidak mengetahuinya?"

Raja Makbur Syah menggeleng, ia sadar masih ada hal-hal lain yang belum diketahuinya. Dengan perasaan malu yang amat sangat Raja Makbur Syah bersimpuh dan menyembah.

"Ampun hamba wahai orang tua yang gagah, sudilah kiranya Tuang angkat hamba sebagai murid."

Sejak saat itu. bergurulah Raja Makbur Syah pada orang tua itu. Berbagai ilmu hikmah diterimanya dengan sesungguh hati. Tak berapa lama kemudian ia menikah dengan putri orang tua itu.

Raja Makbur Syah yang kejam telah menjadi raja arif bijaksana. Negeri pun sentosa, rakyat bahagia. Perang berkepanjangan telah lama dihentikan.

Suatu subuh di tangga Masjid Agung, Raja Makbur Syah berkisah pada para jemaat masjid perihal masa lalunya yang bergelimang dosa.

Sumua orang ditangga masjid bergumam dan berdecak mendengarkanya. Orang tua yang kini telah menjadi guru dan mertua Baginda berujar. "Hal itu serupa benar dengan dongeng yang pernah hamba dengar," maka berceritalah orang tua itu.

Sumber: Bunga Rampai Sastra Betawi - Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta 2022

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com