Manuskrip

Hikayat Panji Kuda Semirang: Kisah Perjalanan Cinta Candra Kirana dan Inu Kertapati

Hikayat Panji Kuda Semirang adalah prosa yang bercerita tentang panji dalam bahasa Melayu dengan tulisan Arab-Jawi. Hikayat Panji Kuda Semirang terdapat dua jilid yang tersimpan di Perpustakaan Nasional, disalin oleh Sastrawan Betawi Muhammad Bakir. Masing-masing selesai disalin pada 20 Juni dan 24 Juli 1888. Hikayat Panji Kuda Semirang menceritakan kisah pengembaraan dan percintaan Galuh Candra Kirana, putri Raja Daha, dengan Raden Inu Kertapati, putra Raja Kahuripan. Pada jilid pertama lebih banyak menceritakan kisah kehidupan Galuh Candra Kirana mulai dari kanak-kanak hingga menjadi gadis remaja. Hubungan kekeluargaan yang tidak harmonis antara Galuh Candra Kirana dan ayahnya dengan Paduka Liku, ibu tirinya (seorang selir), dan Galuh Ajeng (anak Paduka Liku). Setelah kematian ibu kandungnya, Galuh Candra Kirana mendapat perlakuan yang tidak adil dari ayah dan ibu tirinya. Mereka selalu membela dan memanjakan Galuh Ajeng. Akhirnya, Galuh Candra Kirana memutuskan untuk meninggalkan negeri Daha secara diam-diam dan pergi mengembara. Di perbatasan antara negeri Kahuripan dan Daha, ia bersama pengiringnya membangun sebuah negeri baru. Selanjutnya ia menyamar sebagai laki-laki dan mengubah namanya menjadi Panji Semirang Asmarantaka. Panji Semirang mulai merampas harta benda orang-orang yang melewati tempat itu dan menahan pemiliknya untuk dijadikan rakyat dan tentaranya. Berbekal hasil rampasan tersebut, pasukan Panji Semirang semakin kuat. Ia berniat menyerang Negeri Mentawan. Merasa tidak mampu melawan Panji Semirang, Ratu Mentawan menyerah dan tunduk kepadanya. Akhirnya, Panji Semirang berhadapan dengan Raden Inu Kertapati. Raden Inu datang menyerang untuk mengambil kembali hartanya yang dirampas, namun ia membatalkan niatnya karena melihat tingkah laku Panji Semirang yang baik. Mereka lalu menjalin persahabatan dan Inu Kertapati dipersilakan singgah di istana Panji Semirang.  Setelah beberapa lama, Inu Kertapati merasa ada kejanggalan pada tingkah laku Panji Semirang. Ia menduga bahwa Panji Semirang adalah seorang perempuan. Dugaannya semakin kuat saat memegang tangan Panji Semirang yang halus seperti tangan perempuan. Pada bagian akhir teks, diceritakan bahwa Inu Kertapati memohon izin kepada Panji Semirang untuk pergi ke Daha melamar Galuh Candra Kirana. Kemudian pada jilid kedua, menceritakan perkawinan Raden Inu Kertapati dengan Galuh Ajeng di negeri Daha. Namun pernikahan ini tidak berbahagia karena pikiran Inu Kertapati selalu terpaut pada Panji Semirang.
 
Inu Kertapati yang tidak tahan dengan perilaku Galuh Ajeng akhirnya pergi meninggalkan Daha untuk menemui Panji Semirang. Ketika sampai di tempat Panji Semirang, ia hanya menemukan Mahadewi yang sedang enangis karena ditinggal Panji Semirang. Dari ratapan Mahadewi, Inu Kertapati mengetahui bahwa Panji Semirang adalah Galuh Candra Kirana, tunangannya. Inu Kertapati memutuskan untuk mengembara mencari Galuh Candra Kirana dan ia mengganti namanya menjadi Panji Jayeng Kusuma. Para punakawannya pun diperintahkan untuk berganti nama. Dalam pengembaraannya, Panji Jayeng Kusuma bersama punakawannya menaklukkan beberapa kerajaan dan memboyong beberapa puteri raja sebagai upeti. Pengembaraan Panji Jayeng Kusuma sampai ke Negeri Gageleng. Ia berniat menemui pamannya, Raja Gageleng, dan disambut dengan meriah oleh rakyat negeri itu. Akhirnya, Panji Jayeng Kusuma memutuskan untuk tinggal di Negeri Gageleng. Di situ, Panji Jayeng Kusuma bertemu dengan pemain gambuh bernama Gambuh Warga Asmara, yang wajahnya mirip dengan Panji Semirang. Ia lalu menanyakan asal-usulnya, termasuk juga kabar tentang Panji Semirang. Akan tetapi, Gambuh Warga Asmara tidak mengatakan asal-usul sebenarnya agar rahasianya tidak diketahui. Inu Kertapati mencurigai pemain gambuh tersebut adalah seorang wanita. Ia lalu menyusun rencana untuk mengawasi gerak-geriknya. Akhirnya, identitas Gambu Warga Asmara diketahui ketika kelihatan menimang-nimang boneka kencana emas yang dahulu pernah diberikan Inu Kertapati kepada Galuh Candra Kirana. Setelah tertangkap basah oleh Inu Kertapati, Gambu Warga Asmara, yang sebenarnya adalah Galuh Candra Kirana, tidak dapat mengelak lagi. Mereka akhirnya dinikahkan di Gageleng, lalu pulang ke Kahuripan menemui ayah-bundanya. Raden Inu Kertapati dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahandanya dan bergelar Sang Prabu Anom.

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com