Seni Musik

Gambang Kromong Betawi, Bukan Sembarang Orkes

Gambang Kromong merupakan kesenian musik tradisional khas Betawi. Barangkali tak banyak yang tahu bahwa seni pertunjukan satu ini sangat dipengaruhi budaya Tiongkok. Sejarah Gambang Kromong mulai populer sekitar tahun 1930-an di kalangan masyarakat Tionghoa Peranakan yang sekarang dikenal dengan nama Cina Benteng. Gambang Kromong pertama kali muncul hanya bernama Gambang. Namun sejak awal abad ke-20 menjadi gambang kromong karena ada penambahan instrumen berupa kromong. Adapun orang yang memprakarsainya adalah Nie Hoe Kong.

Masyarakat Betawi menjadikan Gambang Kromong sebagai sarana penyemarak upacara adat dalam rangka lingkaran hidup seseorang (perkawinan, nazar, dan sunatan). Dalam pementasannya, kesenian yang lahir sebagai bentuk dari pemuasan kebutuhan manusia akan rasa keindahan ini digunakan sebagai pengiring teater lenong, tari cokek, dan hiburan khas Betawi lainnya. sebuah grup Gambang Kromong juga memiliki panjak (pemain) antara 8-25 orang, bergantung pada jenis musik yang dibawakan. Jumlah ini ada kaitannya dengan peranan panjak dalam setiap pementasan. Dalam konteks ini ada yang berperan sebagai: panjak gambang, panjak kromong, panjak teh-hian, panjak kong-a-hian, panjak su-kong, panjak gong dan kempul, panjak gong enam, panjak ningnong, panjak kecrek, panjak bangsing, terompet, organ, gitar melodi, bas elektrik, drum, penyanyi, penari, dan bahkan panjak lenong. Umumnya lagu-lagu yang dibawakan bertema humor, gembira, atau sindiran dengan gaya bersahut-sahutan antara penyanyi lelaki dan perempuan. Dari Batavia, gambang kromong menyebar ke seluruh penjuru kota. Kini, ia tidak hanya dikenal di Jakarta, tetapi juga di bagian utara Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), bahkan hingga sebelah barat dan utara Krawang sekarang. Kawasan-kawasan itu memang merupakan area budaya Betawi.

Kostum yang dikenakan oleh para panjak laki-laki dan perempuan dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Dewasa ini sedikitnya ada tiga model yang biasa dikenakan oleh para panjak laki-laki, yaitu: sadariah, demang, dan batik. Model sadariah atau biasa disebut juga sadarie, tikim, dan koko adalah setelan yang umum dipakai oleh orang Betawi kebanyakan, terdiri dari baju koko atau baju gunting Cina, celana batik panjang, kain sarung sebagai selendang bahu, terompah, kopiah berwarna hitam atau merah sebagai penutup kepala, dan sandal jepit dari kulit. Walau terjadi perubahan baik dalam bentuk lagu maupun penambahan instrumen musik modern yang digunakannya, gambang kromong masih dapat bertahan hingga sekarang. Musik perpaduan unsur budaya Tionghoa dan Betawi ini masih memiliki regenerasi pemain, penanggap serta penikmat setianya. Bagi penanggap, gambang kromong dapat dijadikan sebagai sarana hiburan untuk hajatan yang sedang dihelatnya. Dasar pemilihannya dapat karena hobi, untuk menarik perhatian undangan agar mau datang ke hajatan, dan dapat pula karena tradisi hajatan tersebut memang memerlukan gambang kromong sebagai musik pengiringnya. Sementara, bagi mayoritas penonton atau penikmatnya, gambang kromong hanya dijadikan sebagai sarana hiburan. Penyebab utama seseorang mau menonton dan mendengarkan alunan musik gambang kromong adalah karena faktor asal usul kesuku-bangsaannya. Dalam hal ini, seseorang senang menonton, mendengar, dan menyanyikan lagu gambang kromong dengan maksud untuk menunjukkan identitasnya sebagai orang Melayu-Betawi.

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com