Manuskrip

Asal Mulanya Wayang: Asal Mula Cerita Pandawa dan Kurawa

Asal Mulanya Wayang
Sastrawan kalsik Betawi Muhammad Bakir bin Syafian Usman Fadli gemar menuliskan prosa-prosa yang mengisahkan pewayangan yang ditulis dalam Bahasa Melayu, menggunakan huruf Arab-Jawi. Setiap prosa hasil karyanya ditulis di dalam sebuah kertas Eropa bergaris berukuran 32 × 20 cm. Karya lainnya adalah tentang Hikayat Asal Mulanya Wayang yang selesai dikarang pada 6 Agustus 1890 di Kampung Pecenongan. Di dalam naskahnya sendiri, Muhammad Bakir menyelesaikannya tidak dalam satu waktu. Hal ini tertulis pada naskah manuskripnya yang mencantumkan penanggalan yang berbeda-beda. Misalnya, pada halaman 233 terdapat tanggal 17 Hapit (kalender Islam-Jawa) 1306 Hijriah dan 15 Juli 1889. Selain itu, pada halaman 256, sebuah adegan cerita terjadi pada tanggal 15 Muharam 1307 Hijriah atau pada tanggal 11 September 1889. Dalam naskah-naskah Muhammad Bakir, biasanya tanggal-tanggal yang terselip dalam teks adalah tanggal halaman yang bersangkutan disalin. Naskah yang masih tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode ML 241 juga dikenal dengan nama Hikayat Wayang Pandu karena judul itulah yang tercantum dalam katalog van Ronkel (1909:22). Hikayat ini ditulis Muhammad Bakir berdasarkan cerita seorang dalang dari Kampung Jagal, Pasar Senen.

Asal Mulanya Wayang

Hikayat Asal Mulanya Wayang berisi silsilah Pandu Dewanata, leluhur keluarga Pandawa, yang diturunkan oleh para dewa dari kayangan. Pada asal mulanya adalah Rama. Ia mendapat anak bernama Bermana. Bermana memperoleh putra yang diberi nama Parikenan. Karena ingin menciptakan keramaian di alam dunia, para dewa memerintahkan Parikenan turun ke dunia untuk menjadi raja. Ia ditemani bidadari Maya Siti sebagai istrinya, serta Batara Jagat yang menyamar menjadi Lurah Semar. Semar pun menciptakan punakawan, yaitu Gerubuk, Anggalia, Gareng, dan Cemuris. Parikenan bersama Lurah Semar mendirikan sebuah negeri bernama Mandili Diraja. Silsilah keluarga Pandu dimulai dari Parikenan, lalu Kemunuyusu, Sakutaram, Sakkara, Purasara, dan Ganggasuta yang bergelar Begawan Abiyasa. Ganggasuta berputra 3 orang, yaitu Destarata, Pandu Dewanata, dan Rama Widura. Di akhir naskah, diceritakan peperangan Pandu Dewanata dengan musuh-musuhnya. Dari peperangan tersebut, Pandu mendapat 3 orang istri, yaitu Dewi Kunti, Dewi Rukmini, dan Dewi Gandawati. Pandu memboyong ketiga istrinya pulang ke Astina, diiringi Abiyasa, Lurah Semar dan Gerubuk. Pada halaman terakhir dijelaskan: “Ini hikayat ada lagi sambungannya pada lain kerisan, yaitu Pandu turun pada Pandawa Lima di halaman 281, maksudnya Hikayat Gelaran Pandu Turunan Pandawa yang terdapat dalam naskah ML 253.

 

Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com