Adat Istiadat

Palang Pintu: Pembuka Jalan Mempelai Laki-laki Bertemu Mempelai Perempuan

Tradisi Palang Pintu adalah tradisi yang paling populer di kalangan masyarakat Betawi. Bahkan tradisi ini sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Tradisi ini bisa ditemukan pada upacara pernikahan. Saat calon pengantin laki-laki beserta rombongannya datang ke kampung atau ke rumah calon pengantin wanitanya pada saat hendak melamar calon pengantin wanita.

Palang pintu secara bahasa terdiri dari dua kata palang dan pintu. ‘Palang’ dalam bahasa Betawi adalah penghalang agar orang lain atau sesuatu tidak bisa lewat, sedangkan ‘pintu’ adalah pintu. Jadi bisa diartikan Palang Pintu adalah tradisi Betawi untuk membuka penghalang orang lain masuk ke daerah tertentu dimana suatu daerah mempunyai jawara sebagai penghalang atau palang dan bisa dipakai pada acara pernikahan atau besanan. 

Umumnya, prosesi palang pintu dalam upacara pernikahan dilakukan dengan saling adu seni beladiri antara pihak mempelai laki-laki untuk bisa diterima sebagai keluarga oleh pihak mempelai perempuan. Pada hakekatnya palang pintu adalah untuk menghalangi pihak mempelai laki-laki agar memperhatikan norma adat yang berlaku di pihak keluarga mempelai perempuan. Selain itu, pihak mempelai laki-laki juga harus mampu menguasai ilmu agama atau mengaji.

Para penjaga pintu mempelai wanita kemudian membuka percakapan dengan sejumlah pantun yang harus dibalas perwakilan mempelai pria. Dialog pantun dilakukan agar mengundang hadirin. Isi pantun biasanya tanya jawab sekitar maksud dan tujuan pihak laki-laki, acara ini dilaksanakan sebelum akad nikah dimulai. Ketika rombongan calon pengantin laki-laki baru tiba di depan kediaman calon mempelai perempuan, rombongan akan diadang oleh keluarga calon pengantin perempuan. Para jagoan calon pengantin pria harus melawan jagoan dari pihak calon mepelai wanita.

 

Selain itu, seorang wakil calon pengantin perempuan menantang adu silat pihak lelaki sebagai simbol perjuangan mempelai laki-laki untuk menikahi pujaan hatinya. Uniknya setiap pertarungan silat itu, pihak mempelai wanita pasti dikalahkan oleh jagoan calon pengantin pria. Selain adu pantun dan silat, calon pengantin pria juga ditantang kelihaiannya dalam membaca kitab suci Al-Quran.

Setelah semua ujian terlewati, palang pintu baru dibuka dan dimasuki oleh calon mempelai pria. Jika pihak laki-laki tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka maka pengantin laki-laki dipersilahkan pulang kembali dan bisa kembali datang jika sudah siap.

Pelengkap Palang Pintu dalam Setiap Penampilan

Dalam setiap pertunjukan Palang Pintu, terdapat beberapa pelengkap seperti kembang kelapa. Kepala adalah tanaman yang dari pohon, akar hingga buahnya bisa diambil manfaatnya. Sehingga filosofinya, kembang kelapa tersebut bertujuan agar ketika sudah menjadi kepala rumah rumah tangga yang sah dapat berguna dari segala hal baik keluarga maupun di masyarakat.

Tidak lupa rombongan calon mempelai laki-laki juga membawa roti buaya sebagai salah satu seserahan kepada calon mempelai perempuan. Hal ini menandakan mempelai laki-laki siap menikah dan akan setia selamanya seperti filosofi buaya yang tidak akan menikah lagi meski pasangannya mati.

Alasan roti yang dibawa pada seserahan pada nikahan karena pada zaman dahulu bagi orang Betawi, roti adalah makanan yang paling mewah. Pada zaman itu hanya orang Belanda saja yang memakan roti dan orang Betawi hanya memakan jenis umbi-umbian seperti singkong, ubi, dan lain-lain.


Bujaka - Aplikasi Budaya Jakarta

DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jalan Gatot Subroto Kav. 40-41 Lt. 11 dan 12
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan
DKI Jakarta, 12950
(021) 252-3164
dinaskebudayaandki@gmail.com