Suara Jernih dari Cikini
Suara Jernih dari Cikini merupakan sebuah tradisi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang dirawat sejak 1968 sebagai bagian dari perayaan ulang tahun Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (OKJ-TIM).
Setiap tahunnya mengundang tokoh nasional untuk mengupas persoalan penting dan actual. Para pembicara berusaha menjawab tantangan yang tengah melanda Indonesia dengan pemikiran-pemikiran jernih dari perspektif kebudayaan.
“Suara Jernih dari Cikini” hadir dalam kemasan pidato kebudayaan yang memberi tawaran pemikiran-pemikiran kritis terkait persoalan-persoalan kesenian, kebudayaan, dan peradaban. Suara jernih merepresentasikan pemikiran-pemikiran otonom yang terbebas dari model budaya komando yang represif mengecilkan perbedaan. Sungguh menjadikan keistimewaan ketika suara-suara jernih ini menggaung dari satu ruang dialektika yang satu ke ruang dialektika lainnya; ditinjau dan dikritisi, mengusik-usik kesadaran moral dan kognitif, alhasil mampu bertindak bijak dalam mengusung perbedaan.
Misalnya, pada kurun 1989-1996, ekses negative dari liberalisasi dan deregulasi yang dilakukan sejak 1980-an mulai terasa. Modernisasi yang datang bersama keterbukaan yang mengakibatkan kebudayaan daerah terpinggirkan dan pembangunan terpusat di Pulau Jawa. Modernisasi juga memunculkan pola hidup konsumtif dan mengakibatkan kerusakan lingkungan.