Suara Jernih dari Cikini

Posted July 9, 2018
Written by
Category Sastra & Bahasa

Suara Jernih dari Cikini merupakan sebuah tradisi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang dirawat sejak 1968 sebagai bagian dari perayaan ulang tahun Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (OKJ-TIM).

Setiap tahunnya mengundang tokoh nasional untuk mengupas persoalan penting dan actual. Para pembicara berusaha menjawab tantangan yang tengah melanda Indonesia dengan pemikiran-pemikiran jernih dari perspektif kebudayaan.

“Suara Jernih dari Cikini” hadir dalam kemasan pidato kebudayaan yang memberi tawaran pemikiran-pemikiran kritis terkait persoalan-persoalan kesenian, kebudayaan, dan peradaban. Suara jernih merepresentasikan pemikiran-pemikiran otonom yang terbebas dari model budaya komando yang represif mengecilkan perbedaan. Sungguh menjadikan keistimewaan ketika suara-suara jernih ini menggaung dari satu ruang dialektika yang satu ke ruang dialektika lainnya; ditinjau dan dikritisi, mengusik-usik kesadaran moral dan kognitif, alhasil mampu bertindak bijak dalam mengusung perbedaan.

Misalnya, pada kurun 1989-1996, ekses negative dari liberalisasi dan deregulasi yang dilakukan sejak 1980-an mulai terasa. Modernisasi yang datang bersama keterbukaan yang mengakibatkan kebudayaan daerah terpinggirkan dan pembangunan terpusat di Pulau Jawa. Modernisasi juga memunculkan pola hidup konsumtif dan mengakibatkan kerusakan lingkungan.