Sanggar Tanjidor Jiker Al-Jabar

Posted July 18, 2018
Written by
Category Sanggar

Namanya Sanggar Jikes Al-Jabar (Tanji Orkes Al-Jabar) yang dipimpin oleh Jaip Al-Jabar beralamat di Kampung Nanggul, Desa Sukasari, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Sanggar ini berdiri di atas tanah dengan luas kurang lebih 400 meter persegi milik Pak Jaip Jabar, namun tanah ini belum bersertifikat. Rencananya tanah milik Pak Jaip ini akan diwakafkan untuk kepentingan Sanggar Seni Jikes Al-Jabar.

Di dalam bangunan sanggar yang bentuk dan bahanya masih sederhana, dan merupakan bangunan semi permanen itu terdapat peralatan kesenian tanjidor atau jikes milik kelompok pimpinan Pak Jaip. Menurut penuturan Pak Jaip, semua peralatan ini dibeli dengan uangnya. Tidak satu pun peralatan ini berasal dari pemberian atau sumbangan baik dari perorangan atau lembaga. Pak Jaip Jabar menekuni kesenian tanjidor sejak dulu, beliau sebagai penerus keturunan dari orang tua termasuk penerus kakeknya. Kesenian ini menurut penuturan sudah ada dan tumbuh kembang pada zaman penjajahan Belanda. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa peralatan tanjidor berasal dari banga Eropa, yaitu Portugis.

Sanggar jikes atau tanji orkes milik Pak Jaip ini secara formal berdiri sekitar tahun 1990. Pak Jaip memiliki darah seni tanjidor meneruskan langkah orang tuanya. Nama orang tua Pak Jaip adalah Haji Natsir. Haji Natsir, tokoh tanjidor pada masanya sebelum diteruskan oleh Pak Jaip Jabar.

Pak Jaip menguasai kesenian tanjidor ini karena sering mendengar dan terlibat langsung bersama kakeknya tahun 1975. Oleh karena keseringan mendengar lagu yang dibawakan dalam kesenian ini, akhirnya beliau bisa menghapal baik syair-syair lagunya maupun semua peralatan musiknya. Misalnya lagu Mars jalan didengarkan ketika ada arak-arakan jalan kaki. Irama mars dimainkan untuk dansa para bule dan nona Belanda ketika diadakan pesta di gedung pemerintahan penjajahan Belanda. Mars penganten didendangkan ketika menyambut pengantin laki-laki ke pihak pengantin perempuan, dan lagu lainnya seperti mars grip dan mars siam.

Menurut Pak Jaip beberapa tahun kemudian diadakan kolaborasi peralatan musik dari luar seperti klarinet, terompet, tenor, bass, trombone,tambur besar, dan simbal. Selanjutnya menurut peralatan hasil kolaborasi digabung dengan peralatan dari daerah seperti gendang, gong, dan alat gesek. Alat gesek yang digunakan pada tanjidor setiap daerah ternyata berbeda, di wilayah Betawi menggunakan biola, dan di sunda menggunakan rebab. Secara langsung keberadaan alat gesek ini merupakan ciri khas tanjidor dari daerah tempat berkembang kesenian tradisional ini.

Pada perkembangan selanjutnya tanjidor ini ada yang berubah menjadi jipeng (tanji topeng). Jipeng atau tanji topeng dalam penyajiannya tidak hanya menampilkan musik namun disertai seorang sinden sebagai vokalis, juga dalam alur pertunjukan dilengkapi dengan sebuah drama atau cerita. Hal inilah yang mengundang masyarakat lebih berminat dan ingin mengetahui alur cerita di dalamnya. Kesenian jipeng ini biasa main mulai sekitar pukul  07.00-09.00 pagi sesuai dengan jadwal acara si empunya hajat. Pukul 09.00 pagi biasanya pengantin diarak kampong dan ketika besan atau pihak keluarga besar laki-laki akan pulang maka akan diiringi lagu jepret payung.

Kini kesenian tanjidor sesuai dengan namanya tanji bodor sudah dilengkapi dengan pemain dan cerita bodor; cerita lucu yang mengundang penonton untu tertawa. Perkembangan selanjutnya munculnya jinong (tanji lenong) dan jibus atau tanjibus (tanji gambus). Biasanya permainannya kalau tanji dipergelarkan siang hari dan malam harinya dipagelarkan irama gambus. Para pemain tanjidor di sanggar milik Pak Jaip Jabar ini didominasi para pemuda, mereka masih kerabat dekat Pak Jaip sebagai keponakan. Menurut Pak Jaip dahulu pernah dilakukan perekrutan kader pemain tanjidor melalui karang taruna di lingkungannya. Ada pula keluarga yang datang untuk belajar, mulanya mereka belajar memukul dan memainkan alat musik sambil memperhatikan kebiasaan bermain. Lama kelamaan paham dan bisa memainkan alat musik tanjidor sehingga dapat bergabung di sanggar Pak Jaip Jabar. Masyarakat yang datang ke Sanggar Jikes Al-Jabar yang ingin belajar akan disambut hangat oleh Pak Jaip. Kepadanya dipinjamkan alat seni untuk dimainkan sebagai alat peraga latihan. Setelah bisa memainkannya, kemudian oleh Pak Jaip Jabar diberikan notasinya, sehingga orang tersebut lama-kelamaan jadi pandai memainkan alat seni tanjidor.

Bagi para pemain tanjidor yang bergabung ke dalam Jikes Al-Jabar menjadikan pekerjaan ini sebagai mata pencaharian pokok, karena hasil dari setiap menggung cukup untuk menghidupi keluarga. Hal ini, menurut Pak Jaip disebabkan banyak lembaga atau perorangan yang mengundang grup kesenian tanjidor untuk menggung. Namun Pak Jaip mengikuti bahwa para pemain ini tidak setiap hari bisa manggung sehingga mereka adakalanya memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani, tukang ojeg, pedagang, pegawai honorer, dan sebagainya.

Para pemain tanjidor biasanya mengenakan seragam. Pemakaian seragam selalu menunjukkan formal juga akan terlihat lebih ceria dan bergairah, imbasnya akan memikat hati para penonton. Jenis-jenis pakaian dalam tanjidor adalah sebagai berikut;

1)    Pakaian Koko atau Sadariah

Berupa atasan polos, bawahan mengenakan batik, serta mengenakan peci atau kopiah. Selain itu pakaian lainnya adalah pakaian serba hitam mirip pakaian pangsi yang biasa digunakan masyarakat Sunda ditambah dengan peci.

2)    Baju Demang

Pakaian yang bentuknya baju koko dan celana terus diselendangkan sarung, pada bagian sakunya atau kantongnya ada kuku macan.

3)    Baju Abdon

Pakaian ini bentuknya bagian atas berupa baju jas abang pakai blangkon.

Jikes Al-Jabar pemimpin Pak Jaip sudah malang melintang dalam dunia kesenian tradisional tanji orkes. Oleh karena itu, grup ini banyak manggung dan dikenal oleh masyarakat kesenian di Kabupaten Tangerang, khususnya dan daerah DKI Jakarta pada umumnya. Banyak penghargaan yang diberikan kepada Sanggar Jikes Al-Jabar ini diantaranya;

1)    Penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata, sebagai sanggar yang berperan aktif dalam Pelestarian Seni Budaya Daerah di Kabupaten Tangerang. Tertanggal Tangerang, 29 Desember 2009.

2)    Penghargaan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Asisten Deputi Urusan Kesenian, Deputi Bidang Seni dan Film, sebagai pemusik pada Festival Tari Indonesia. Tertanggal Jakarta, 12 Agustus 2005.

3)    Penghargaan dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, untuk peran sertanya dalam mengembangkan Seni Budaya di DKI Jakarta sebagai Nominasi 1, dalam kegiatan Festival Musik Tanjidor dan Ondel-Ondel Betawi. Tertanggal Jakarta, 16 Januari 2000.

4)    Penghargaan dari Presiden Direktur Setia Tour & Travel atas partisipasinya dalam acara Festival Kue Bulan di Mega Mall Pluit. Tertanggal Jakarta, 25 September 1999.

5)    Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Banten, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata atas peran sertanya dalam workshop Penguatan Lembaga Kesenian. Tertanggal Serang, 7 Mei 2009.

Seni Jikes Al-Jabar ini sering manggung disewa perorangan yang akan melakukan sebuah hajat atau pesta, juga sering disewa oleh lembaga-lembaga seperti Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Forum Rembug Betawi (FBR), TVRI, Net TV, dan Kompas TV.