Puisi Subuh Terakhir Seorang Kakek
Puisi Subuh Terakhir Seorang Kakek
Puisi ini adalah karya Ridwan Saidi dalam bukunya Lagu Pesisiran, Puisi-puisi Betawi.
Subuh Terakhir Seorang Kakek
Kokok Ayam kampung berlagu
Mengurut sisa malam yang lalu
Tak satu pun gelombang angin yang berlalu
Lorong-lorong udara membeku
Kaku membaku
Tiada laku
Kuku bak dipaku
Mendapat peluang dahsyat
Asam urat atur siasat
Menyerang otot betis dan tulang belikat
Urat melintir seperti pagar kawat
Tulang tak beda besi berkarat
Batang pisang batang tubuh batang es lilin
Dingin licin bagai diformalin
Dikaki langit warna merah merekah
Mengelukan pulangnya malam yang lelah
Malam pun perlu rebah
Seorang kakek bersarung plékat
Berjongkok dekat padasan hitam pekat
Segayung air di tangan kanan
Tangan kiri memencit tengkuk yang kepalan
Walau tubuh menggigil—hajat kecil mesti disalurkan
Terror frostat memaksa air seni tak tuntas dikeluarkan
Setetesan setetesan
Bagai IMF kasih pinjaman
Ya arhama rohimin irhamna
Ya arhama rojimin irhamna
Terbit terehim dair menara
Kakek terbatuk-batuk campur sendawa
Usai wudhu tangan dilap handuk
Terbungkuk-bungkuk ia menyongsong beduk
Cucu masih pada ngeringkuk
Bahkan ada kepala ditindih bantal lapuk
Persis kokok beluk
Ia melongok kamarnya
Nyai bersimpuh di sajada
Dua pasang mata yang layu bertemu
Membersitkan cahaya syahdu
Rindu dalam bisu
Detak jantung berpacu
Darah menggebu
Dinding aorta mulai kaku
Suaranya lirih mengaminkan qumut imam
Saat tahiyat—badan menggigil seperti demam
Ia terdiam
Diam
Diam dalam keterdiaman
Dalam keabadian