Pembagian Warisan
Sistem pewarisan yang dianut pada masyarakat Betawi adalah parental atau bilateral. Sistem ini menarik dua garis keturunan dari bapak dan ibu. Sehingga pada sistem ini, kedudukan laki-laki dan perempuan seimbang (atau sama). Pada masyarakat Betawi sendiri, Islam dijadikan landasan utama kebudayaan ini. Dalam pembagian warisan pun juga mengikuti pedoman Islam yang mengharuskan bahwa warisan yang diterima laki-laki lebih besar dibanding perempuan. Sehingga dengan adanya pengaruh ini, hukum waris adat Betawi memiliki karakteristik berbeda dengan hukum waris lainnya.
Pembagian warisan yang terjadi pada masyarakat Betawi menurut hukum adat terdapat beberapa bagian yaitu, proses pewarisan, ahli waris, dan harta warisan. Proses pewarisan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pewaris untuk meneruskan atau mengalihkan harta warisan secara terbagi maupun tidak terbagi kepada ahli waris sewaktu masih hidup atau sudah meninggal dunia. Ahli waris dapat memilih anggota keluarga seperti anak atau saudara kandungnya, namun ahli waris terbagi atas dua jenis yaitu ahli waris yang dapat menerima warisan; (1) anak kandung dan anak tiri pewaris, (2) janda atau duda, (3) orang tua pewaris, (4) saudara pewaris, dan ahli waris yang tidak mendapat warisan. Terakhir harta warisan, saat ini dalam praktik pembagian warisan, penguasaan harta langsung diserahkan kepada ahli waris berdasarkan amanat dari surat wasiat maupun ucapan langsung dari pewaris kepada ahli waris.