Ngasih Nama

Posted July 12, 2018
Written by
Category Nilai Budaya

Pada masyarkat Betawi tempo dulu, pemberian nama bagi bayi yang baru lahir tidak  menjadi urusan langsung orang tua sang bayi, melainkan menjadi urusan keluarga dan para tetua dalam keluarga. Dalam satu sedekahan dengan hidangan bubur merah dan bubur putih, para tetua dan orang tua bayi berunding untuk mencari nama yang cocok bagi bayi tersebut. Nama-nama yang dipilih berasal dari nama Islami. Untuk anak perempuan biasanya dipilih nama dari keluarga Rasulullaah seperti Siti Aminah, Siti Fatimah, Siti Khadijah, ataupun nama-nama dari Al-Qur’an atau kitab Zainab dan Hindun. Untuk anak laki-laki biasanya dipilih nama dalam sejarah Islam atau dari Al-Qur’an atau dari Asmaul Husna seperti Qadir, Rahman, Gofur, Latif, dan lain-lain. Tidak lupa di depan nama anak laki-laki diberikan nama Muhammad, Ahmad, atau Abdul.

Dalam percakapan sehari-hari, terkadang nama-nama tersebut memiliki nama poyokan (nama sapaan) tersendiri. Seperti misalnya Ahmad menjadi Amat, Abdulah menjadi Dulo atau Uwo, Muhammad menjadi Mamat atau Mat. Karena banyaknya yang bernama Amat, Mamat atau Mamat, atau Dulo, maka nama panggilan tersebut sering diberi embelan nama berdasarkan keadaan fisik atau situasi di belakang nama itu sehingga dikenal adanya nama Mat Item karena warna kulitnya hitam dan sebagainya. Adanya nama poyokan atau nama sapaan, seringkali membuat nama sebenarnya dilupakan.