Cerita Rakyat Betawi KOLEANGKAK

Posted July 5, 2018
Written by
Category Sastra & Bahasa

KOLEANGKAK

Cerita rakyat Betawi ini mengisahkan tentang koleangkak. Disebuah desa tinggallah seorang janda miskin. Ia memiliki seorang anak perempuan. Anak itu telah bertunangan dengan seorang anak petani. Sehari-hari janda itu bekerja menumbuk padi milik orang lain. Kerja yang berat, upahnya tidak seberapa. Karena itu ia dan anaknya sering kekurangan makan. Karena kelelahan dan kurangnya makan, akhirnya janda itu jatuh sakit. Dalam sakitnya dia ingin makan pisang, sayang uang taka da. Para tetangga pun tiada yang sudi memberi walau hanya sebuah.

Malamnya janda itu meninggal. Menangislah anaknya. Ia mencoba meminta bantuan para tetangga, namun tak seorang pun yang perduli. Bingunglah anaknya, hendak meminta bantuan calon mertuanya ia tak berani, sebab rumahnya jauh, sekira sehari perjalanan.

Akhirnya anak itu membungkus jenazah ibunya dengan sehelai tikar. Lalu jenazah itu ditutupi dengan lesung. Semalam suntuk gadis itu berjaga sambil menangis. Lewat tengah malam terdengar suara dari dalam lesung. Gadis itu tak berani melihat. Lama-kelamaan suara itu hilang. Gadis itu hanya menunggu dengan perasaan was-was.

Paginya segera gadis itu melihat ke dalam lesung. Alangkah terkejutnya ia. Jenazah ibunya telah hilang. Kembali ia menangis dengan sedihnya. Dengan putus asa gadis itu mencoba mencari-cari. Namun tetap saja jenazah itu tak ditemukannya. Kesedihan anak gadis itu kian tak terperikan. Di samping rumah gadis itu terdapata pohon kapuk. Dari pucuk pohon itu terdengarlah suara koleangkak (sejenis elang). Burung itu bernyani dengan suara parau yang getir.

Koleangkak anak

Ini emak jangan menangis nak

Emak pulang sayang

Turutlah baying baying

Koleangkak anak

Sadarlah gadis itu. Ibunya telah menjelma menjadi burung koleangkak. Kian menjadi-jadi kesedihannya. Maka pergilah ia kepada calon mertuanya. Sementara itu, pak tani, calon mertua gadis itu mendengar nyanyian parau koleangkak yang getir:

Koleangkak ki sanak

Titip ku punya anak

Sekarang ku pulang

Turuti bayang bayang

Insyaflah pak tani, sesuatu telah terjadi. Dan saat terdengar ketukan di pintu. Pak tani sudah tahu, itu pasti gadis calon menantunya. Segera ia menyambut kedatangan anak itu dengan berlinang air mata. Segera saja gadis itu dinikahkan dengan anak pak tani. Kini keduanya hidup bahagia. Suami isteri saling mengasihi. Tak pernah ada pertengkaran atau perselisihan.

Pada suatu hari sang suami minta dicarikan kutu. Istrinya menolak. “Dengarlah bang”, ujar sang isteri, “Jika ingin langgeng hidup bersamaku, janganlah sekali-sekali abang minta dicarikan kutu”.

“Sekali ini kan taka pa”, sahut suaminya, “Kepalaku gatal sekali”.

Karena terus didesak terpaksa istrinya menurut. Mulailah ia mencarikan kutu suaminya. Ia melakukan itu dengan air mata bercucuran. Sesuatu yang buruk akan terjadi. Perlahan-lahan tumbulah bulu sekujur tubuh perempuan itu. Bulu-bulu kian banyak. Akhirnya terbanglah perempuan itu. Betapa terkejut suaminya. Ia berusaha mengejar istrinya. Tetapi istrinya terus terbang tinggi seraya menyanyi dengan suara parau yang getir.

Koleangkak abang

Kini ku pulang sayang

Turuti bayang bayang

Sejak saat itu, laki-laki itu menjadi gila. Sebab ia sangat menyesal tak menuruti perkataan istrinya. Setiap hari kerjanya berkeliling mengikuti bayang-bayang burung koleangkak.

Sejak saat itu pula, jika terdengar suara nyanyian parau koleangkak yang getir, maka itu pertanda hujan akan turun. Sebab saat itu perempuan itu meninggal, mayatnya tak dimandikan.