Becande Ala Betawi (Cerita) Pertemuan Pemuda ASEAN

Posted July 5, 2018
Written by
Category Sastra & Bahasa

PERTEMUAN PEMUDA ASEAN


Cerita Pertemuan Pemuda Asean ini adalah cerita hasil karya Bang Thabrani dalam bukunya “Kumpulan Cerite BaBe (Becande Ala Betawi)”, BABAK III (1980-2000).

 Suatu hari di Manila, Filipina, dalam rangka menyambut kedatangan para mahasiswa dari lima negara Asean: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan dari Filipina sendiri, Gubernur Manila Metropolitan City, mengadakan Acara Jamuan Makan Malam di City Hall. Kedatangan mereka adalah untuk berdiskusi tentang kehidupan sosial budaya di negara masing-masing. Kesempatan ini dipakai untuk memperkenalkan diri kepada Gubernur Manila Metropolitan City. Satu per satu tampil ke depan dan berbicara dalam Bahasa Inggris.

Tiba giliran mahasiswa Indonesia maju ke podium untuk memperkenalkan diri. Tampil tiga orang mahasiwa. Ketiganya datanga dari kampus dan daerah yang berbeda. Meski bicara dalam Bahasa asing, logat daerahnya masih kental.

Yang pertama:

“Good evening ladies and gentlemen! I am a student of USU, University of Sumatra Utara or North Sumatra University in Medan. My name is Bonar Situmorang, bla … bla … bla (hadirin pun  bertepuk tangan).

Yang kedua:

“Horas …! Bla… bla… bla! My name is Monang Situmeang (hadirin kembali menyambut sembari meneriakkan kata Horas dan bertepuk tangan).

Tiba giliran utusan ketiga, yaitu mahasiswa asal Garut, Jawa Barat. Dia tampak ragu-ragu, bertanya dalam hatinya, “Ari … urang kumaha, yeuh! Tatang Sumantri to Garut? Urang geus poho, saha leluhur urang ti Garut?”

Kebetulan hadir dan duduk dalam satu meja, seorang staf ahli dari Kedubes RI di Manila, yaitu Rodjali, anak Betawi dari Situ Gintung, Ciputat, Jakarta Selatan. Kuping Si Tatang lalu dibisikin sesuatu ame Rodjali. Klaar berbisik, Tatang maju ke depan dengan langkah mantep. Setelah memberi salam terus ngomong stil yakin.

Ladies and gentlemen. I would like to introduce myself, that I am a student of Pasundan University in Bandung. I was born in Garut, a beautiful country in West Java. And in West Java has many lakes, we called it Situ. That’s why please call my name! Tatang … Situ … Petanggang!

Nyatanya hadirin melakukan standing applaus sebagai tanda suka pidatonya. Rodjali alias Sang Guru, turut merasa bangga dan bahagia. Tinggal halak kita Si Bonar dan Si Monang, bingung dan bertanya-tanya, “Bah, macam mana ada warga Situ Patenggang? Bodat maho/Monyet kau”!