Mutahar, H

Posted April 18, 2018
Written by
Category Seni Musik

Pencipta lagu peIjuangan bemama lengkap Husein Mutahar. Lahir di Semarang 5 Agustus 1916 dan meninggal di Jakarta, 9 Juni 2004. Ia mengecap pendidikan setahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (1946-1947), setelah tamat MULO B (1934) dan AMS A I (1938). Tahun 1945, bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta (1947). Jabatan terakhimya adalah sebagai Penjabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974), setelah dipercaya sebagai Duta Besar RI di Vatikan (1969-1973).

Sebagai pemuda pejuang, ikut dalam "Pertempuran Lima Hari" yang heroik di Semarang. Ketika Pemerintah RI hijrah ke Yogyakarta, diajak Laksamana Muda Mohammad Nazir yang ketika itu menjadi Panglima Angkatan Laut. Sebagai sekretaris panglima, ia diberi pangkat kapten angkatan laut. Ketika mendampingi Nazir itulah Bung Kamo mengingat Mutahar sebagai "sopir" yang mengemudikan mobilnya di Semarang, beberapa hari setelah "Pertempuran Lima Hari". Ia kemudian "diminta" oleh Bung Karno dari Nazir untuk dijadikan ajudan, dengan pangkat mayor angka darat.

Sesaat sebelum Bung Kamo dibuang ke Sumatera, setelah serangan Belanda yang melumpuhkan Yogyakarta pada 1948, Mutahar diserahi bendera merah putih yang pertama kali dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan di Pegangsaan Timur. Bendera itu aslinya dijahit oleh Fatmawati, istri Bung Kamo, ibunda Presiden RI Megawati. Mutahar menyelamatkan bendera itu, yang kemudian dikenal sebagai Bendera Pusaka. Namanya harus dicatat dalam sejarah sebagai orang yang berjasa dalam gerakan pendidikan kepanduan. Pada awal 1960-an, Partai Komunis Indonesia berusaha menyetir kepanduan menjadi mirip pionir di Uni Soviet. "Berkonspirasi" dengan PM Djuanda, ia kemudian berhasil membelokkannya jadi kompromi yang lebih netral, Gerakan Pramuka.

Sebagai pencipta lagu, ia bisa dibilang spesialis himne. Karya puncaknya adalah Syukur, diciptakan pada 1944, adalah sebuah puji syukur yang dipersiapkannya untuk kemerdekaan RI yang ketika itu diduganya sudah hampir tercapai. Lagu Hari Merdeka yang sering diperdengarkan pada aubade HUT Proklamasi, menurut pengakuannya sendiri, diciptakan di dalam toilet Hotel Garuda Yogyakarta. Ketika itu ia sekamar dengan Hugeng-kemudian menjadi Kepala Polri-yang sarna-sarna mengawal Bung Kamo. Hugeng kebingungan mencarikan kertas dan pulpen karena Mutahar tergopoh-gopoh hendak menuangkan gagasannya ke atas kertas. Lagu-lagu ciptaannya hampir mencapai seratus. Karya-karya terakhirnya, antara lain, adalah Dirgahayu Indonesia (diterima sebagai lagu resmi peringatan 50 tahun Indonesia Merdeka), Hirnne Universitas Indonesia, dan beberapa himne yang lahir dari keprihatinannya atas kehancuran alam Indonesia. Ia menerima tanda jasa Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, serta tanda kemahiran Pramuka sebagai pembina bertaraf intemasional.