Mas Marco Kartodikromo

Posted April 18, 2018
Written by
Category Sastra & Bahasa

Pengarang berbahasa Melayu-pasar di masa awal pertumbuhan sastra Indonesia modern. Kartodikromo lahir di kota Cepu, Jawa Tengah tahun 1890, meninggal di Digul (Irian Jaya), 18 Maret 1932, dari lingkungan keluarga miskin. Ia seorang otodidak yang sangat dipengaruhi lingkungan pergaulannya. Mula-mula ia bergerak di lingkungan jurnalistik dengan magang pada R.M. Tirto Adi Soerjo, pendiri Sarekat Dagang Islam yang juga redaktur Medan Prijaji, Bandung. Tahun 1914 Kartodikromo menjadi redaktur Doenia Bergerak, kemudian bersama Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo mengasuh Goentoer Bergerak di Bandung. Di Jakarta Kartodikromo bergabung dengan harian Pantjaran Warta, sedangkan di Solo ia menjadi redaktur harian Sarotomo milik Sarekat.

Pernah menjadi Sekretaris II Sarekat Islam Solo, dan bersama Tjipto Mangunkusumo dan R.M. Sosrokartono mendirikan Inlandsche Joumalisten Bond. Pemah bermukim di Belanda (1916/1917) dan beberapa kali dipenjarakan oleh pemerintah kolonial Belanda (1915, Mei 1917- Februari 1918, dan 1926 diasingkan ke Digul hingga meninggal).

Kartodikromo kemudian bergabung dengan golongan Sarekat Islam Merah pimpinan Semaun dan Darsono. Sejak itu haluan Marxismenya semakin kuat. Di Semarang ia duduk sebagai redaktur beberapa surat kabar milik Sarekat Islam di kota itu, yakni SinarDjawa, Sinar Hindia, dan Api. Pada tahun 1920-an Kartodikromo dipenjara selama 30 bulan karena keterlibatan politiknya dengan kaum kiri di Indonesia. Pada masa itu ia terlibat dalam pemberontakan komunis yang gagal (1926). Kartodikromo dibuang ke Digul dan disanalah ia menghembuskan napas terakhir karena malaria.

Karya sastranya antara lain Mata Gelap (novel tigajilid, 1914-tinggaljilid 2 dan 3 yang tersisa), Student Hidjo (1918), Matahariah (1919), Rasa Merdika (1924), dan beberapab cerita pendek lain. Ia menghasilkan kumpulan sajak Sjair Rempah-rempah (1918), Cermin Buah Keroyalan (n, 1924), dan sebuah naskah drama Kromo Bergerak (1924). Beberapa karya sastranya menyiratkan sikap dan pandangan hidupnya yang sosialis-Marxis. Ia mencoba menyajikan permasalahan sosial dan penjajahan dari sudut sosialis, dengan pemecahannya. Karya-karyanya bersifat lugu, naif, dan didaktis sehingga dapat dikatakan merupakan contoh awal dari aliran "realisme sosial". Sebagian besar karyanya berlatar belakang Semarang dan Surabaya.