Lekra

Posted April 18, 2018
Written by
Category Peristiwa

Lembaga Kebudayaan Rakyat yang didirikan 17 Agustus 1950 di Jakarta. Mempakan organisasi kebudayaan yang berada di bawah naungan PKI (Partai Komunis Indonesia). Lembaga ini mempakan federasi seni non pemerintah yang jelas berorientasi pada Komunis dengan dana yang cukup memadai, dengan sumber-sumbernya yang tak dapat dilacak dengan mudah. Orang yang pernah menjadi Sekretaris Jenderalnya (1950-1959) antara lain A.S. Dharta. Pada waktu berdirinya, tercatat 15 seniman yang berdiri dibelakangnya, antara lain Joebaar Ajoeb, A.S. Dharta, M.S. Ashar, Herman Arjuno, Njoto dll. Lekra memiliki devisi sastra, seni rupa, seni suara, seni drama, seni film, filsafat dan olah raga.

Lekra termasuk anggota Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional tapi Lekra sebagai organisasi lebih ketat daripada BMKN. Lembaga ini telah mendirikan 18 cabang di propinsi yang dikepalai oleh perwakilan-perwakilan yang merekrut para anggota lokal. Lembaga ini dalam perkembangannya menjadi sebuah badan yang homogen yang diikat dengan erat oleh ideologi Lekra. Cabang-cabang tersebut memiliki seksi yang disebut realis dinamo, yakni sebuah kelompok yang aktif dalam produksi pertunjukan-pertunjukan populer yang menghibur yang disulam dengan propaganda.

Konsep dasar sastra Lekra adalah (1) Seni untuk rakyat: sastra mengabdi dan memo bela kepentingan kaum buruh dan kaum tani yang digambarkan tertindas oleh kaum borjuis, kaum feodal dan kaum kapitalis. Sastra ini memusuhi kaum penindas, di samping kaum agama dan sastra yang berhaluan humanisme-universal; (2) Politik adalah panglima: kepentingan politik komunis di atas segalanya. Sastra Lekra tunduk kepada kepentingan PKI. Semboyan sastra Lekra dalam hal ini adalah "Kesalahan politik lebih jahat daripada kesalahan artistik"; (3) Meluas dan meninggi: meluas artinya sastra harus setia kepada kaum buruh dan kaum tani, sedangkan meninggi berarti sastra harus seimbang antara kreatifitas dengan peningkatan ideologi PKI; (4) Gerakan turun lee bawah: sastrawan Lekra harus mengenal kaum tani dan kaum buruh secara objektif dan baru mengengkatnya dalam karya sastra; (5) Organisasi: kedudukan organisasi penting membentuk seorang sastrawan sosialis. Dalam organisasi tersebut para sastrawan dapat saling memberikan kritik, saling memberi dan menerima. Lekra memiliki wadah sastra untuk melakukan kegiatannya, antara lain, Harian Rakyat, Sunday Courier, Bintang Timur, majalah Jaman Baru. Tokoh-tokoh sastrawan Lekra adalah A.S. Dharta alias Klara Akustia alias Yogaswara, Agam Wispi, S. Regar, Rumambi, dll. Sastrawan di luar Lekra yang berhasil "ditarik" ke dalam Lekra adalah Pramoedya Ananta Toer, S. Rukiyah dan Utuy Tatang Sontani. Setelah kegagalan pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965, Lekra bersama PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Semua karya sastra Lekra dilarang di Indonesia.