Sukarno M. Noor

Posted April 18, 2018
Written by

Dikenal sebagai pemain film dan pemain teater. Lahir di Rawabunga, Jatinegara, Jakarta, 13 September 1931, meninggal di Jakarta 26 Juli 1986. Ayah bintang film Rano Karno dan kakak aktor Ismed M. Noor ini dikenal sebagai pemain watak yang kuat. Setelah dewasa ia merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai pegawai kantor PTT (Pos Telepon dan Telegrap). Selama bekerja dijawatan ini ia mulai memperluas pergaulannya dengan mengenal Kelompok Seniman Senen. Akibatnya, ia mulai tertarik pada seni peran, bahkan bercita-cita menjadi aktor terkenal. Perannya yang pertama adalah dalam lakon Monserrat (1950), yang disutradarai Asrul Sani. Kemudian Sukarno bertekad main film. Namun sejumlah perusahaan film waktu itu, seperti Perfini, Golden Arrow, Tan & Wong Brothers, Bintang Surabaya, dengan berbagai macam alasan, tidak mau menerimanya.

Tetapi, akhirnya ia mendapat pula kesempatan. Ia menjadi figuran dalam film Meratjun Sukma (1953). Dia kemudian mulai memantapkan langkahnya di dunia film, dan melepaskan pekerjaannya di PTT. Ia mulai mendapat peran utama dalam film Gambang Semarang (1955). Kegiatannya di dunia film diselingi dengan bermain sandiwara. Bahkan sejak 1964 ia juga bermain dalam sandiwara-sandiwara televisi RI.

Dia terpilih sebagai aktor terbaik dalam film Anakku Sajang (1959) pada FFI 1960. Ia juga terpilih sebagai aktor terbaik dalam Pekan Apresiasi Film Indonesia 1967 untuk perannya dalam film Dibalik Tjahaya Gemerlapan (1966) dan Menjusuri Djejak Berdarah (1967). Di samping itu dalam dua tahun berturutturut ia terpilih sebagai aktor terbaik versi PWI Jaya, yakni dalam Jembatan Merah (1973) dan Raja Jin Penjaga Pintu Kereta (1974). Sedangkan untuk pengabdiannya di bidang teater, dia pernah pula menerima Hadiah Seni dari Pemerintah.

Soekarno dikenal sebagai bintang yang tidak pernah meremehkan perannya. Baginya bintang film yang baik harus menghayati dan mampu memainkan segala macam peran, berdisiplin, tekun, dan penuh dedikasi. Pendirian inilah yang tetap mewarnai semangat kerjanya. Bahkan dalam keadaan sakitpun ia tetap bersikeras untuk menyutradarai sekaligus bermain dalam sebuah film yang menurut rencana akan diputar pada Pekan film Perjuangan (1986). Namun rencana itu tidak terwujud dengan sempurna, karena ia meninggal di tengah pembuatan film tersebut. Selama hidup, Soekarno pernah menjabat Ketua PARFI Periode 1978-1980 dan juga 1981-1983, walaupun ia harus menghadapi berbagai kritik dalam pemilihan kali itu. Ia pernah pula menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (1977-1979).