Pecah Kulit, Kampung

Posted April 18, 2018
Written by

Salah satu kampung di Jalan Jayakarta, Jakarta Barat. Asal usul nama kampung ini terangkum dalam sebuah kisah yang tragis. Dahulu kala, di tempat ini terdapat penyamakan kulit milik orang Jerman yang merupakan Letnan Kavaleri milik Belanda bernama Erberveld. Setelah pensiun dari dinas ketentaraan tersebut, Erberveld membuka usaha penyamakan kulit di tanah yang sangat luas. Erberveld menikah dengan wanita Siam, dan dikaruniai anak yang ia beri nama Pieter Erberveld. Piter Erberveld menikah dengan wanita Betawi dan melanjutkan usaha ayahnya.

Pada suatu hari, Gubernur Jenderal Hindia Belanda menyita tanah milik Pieter Erberveld, kemudian ia melawan. Bersama sahabatnya, Ateng Kertadria ia merencanakan perlawanan. Ia ditangkap bersama dengan sahabatnya Ateng Kertadria dan disiksa dengan kejam. Mereka digantung pada tiang salib dan tubuhnya dipreteli dengan tang yang sudah dibakar (April 1722). Kemudian mayatnya diikat kiri kanan ke dua ekor kuda yang dilarikan kecang sehingga badannya terbelah dua dan kulitnya robek serta pecah-pecah. Sejak saat itu tempat tersebut dinamakan Kampung Pecah Kulit. Sedang sisa tubuh Kertadria dikumpulkan rakyat setempat dan dikuburkan di Kebon Jakut, Mangga Dua. Di masa kolonial, Jl. Pecah Kulit merupakan sebutan Jl. Jakarta (dahulu Jacatra weg) meliputi Pecah Kulit, Mangga Dua, dan Jembatan Merah. Adapun Pecah Kulit merupakan tempat terpancangnya tengkorak batu sebagai peringatan peristiwa "pengkhianatan" yang dilakukan Pieter Erverbert.