Amrus Natalsya

Posted April 18, 2018
Written by

Pematung handal, lahir di Medan 21 Oktober 1933 dari pasangan Rustam Syah Alam dan Aminah. Ia menyelesaikan pendidikan SD sampai SMA di Medan. Setamat SLTA, dia merantau ke Yogyakarta dan mendaftar ke jurusan seni lukis Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Namun, lantaran jurusan itu penuh, ia diterima di bagian reklame. Dalam perjalanan hidup selanjutnya, dia berkenalan dan bersahabat dengan pematung Michael Wowor. Persahabatan itu mendorongnya ikut memahat kayu, yang akhimya dia tekuni. Lahirlah karya patungnya berjudul Orang Buta yang Terlupakan. Sejak itu, namanya sebagai pematung mulai dikenal banyak orang. Pada tahun 50-an, karya-karya patungnya mulai dipamerkan di luar negeri.

Kemudian pada tahun 1961, bersama teman-temannya dari ASRI, seperti Isa Hasanda, Misbah Thamrin dan Joko Pekik, mendirikan Sanggar Bumi Tarung, yang bernaung di bawah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) di Yogyakarta. Kiprahnya di sanggar itu membuatnya berurusan dengan politik. Sejarah perjalanan bangsa ini yang dinodai G-30-S/PKI, menyeretnya dalam kancah pertarungan politik. Patung-patung karyanya dibakar saat pergantian pemerintah berlangsung. Dia pun ditangkap dan dipenjara (1968-1973). Setelah dibebaskan dan penjara (1973), Amrus kembali menekuni seni mematung. Tapi sangat sulit mendapatkan sponsor untuk memamerkan karyanya. Tapi, hal itu tidak membuatnya berhenti berkarya. Dalam posisi dan kondisi sangat sulit, dia berhasil mengisi salah satu kios di Pasar Seni Ancol, yang menjadi awal kiprahnya di Jakarta.

Ketika Taman Impian Jaya Ancol diperluas, terdapat banyak kayu tebangan. Dia pun tak menyia-nyiakan untuk membuat lukisan kayu. Karyanya mendapat apresiasi tinggi dan laku secara komersial. Amrus semakin bergairah melahirkan karya-karya seni patung yang membuat namanya pantas diabadikan sebagai maestro pematung Indonesia. Di akhir tahun 90-an pernah menggemparkan dunia seni rupa Indonesia dengan karya fenomenalnya berjudul Pecinan, dalam bentuk cukil kayu, yang menjadi ciri khasnya. Dalam berkarya, Amrus Natalsya tampak membumi, baik dalam memilih bahan baku kayu, mengolah bentuk, membentuk sapuan warna maupun menuangkan sifat dan karakter keseniannya.