Berita

Latar belakang sejarah

Situasi Rumah Si Pitung
Rumah Si Pitung yg terletak di kampung Marunda Pulo Marunda, Cilincing, Jakarta Utara dulu dikelilingi laut, berupa Pulau kecil.   Rumah panggung ini dibangun oleh Haji Syafiuddin seorang suku Bugis yang menikah dengan orang Betawi Marunda pada tahun 1880 dengan gaya arsitek campuran Bugis dan Betawi disebut rumah tinggi atau rumah Betawi pesisir.  Di tahun 70-an gubernur DKI Ali Sadikin memerintahkan untuk mendata ulang bangunan cagar budaya di Jakarta maka ditemukan Rumah panggung ini, kemudian dijadikan Bangunan Cagar Budaya berdasarkan SK Gubernur no 9 tahun 1999. Dengan alasan usia rumah Pitung lebih dari 50 tahun dan ada interaksi nilai sejarah dengan Si Pitung, yakni tempat persembunyian Si Pitung, sekaligus disebut Rumah Pitung.
Rumah Pitung juga sebagai ikon perlawanan masyarakat Betawi terhadap kolonial Belanda dengan tokoh sentral putra Betawi yaitu Si Pitung, sang penolong masyarakat Betawi. Di tahun 1972 Pemerintah.DKI mengganti rugi kepada ahli waris yakni Haji Matsani sebesar Rp. 800.000, dan sejak itu Rumah Pitung menjadi milik Pemerintah DKI. Tahun 2010  Pemerintah melalui Wali kota Jakarta  Utara membangun jembatan penyeberangan menuju ke Rumah Pitung untuk menggantikan penyeberangan yg sebelumnya menggunakan perahu, karena lokasi sebelumnya yaitu kampung Marunda Kelapa dijadikan kawasan KBN atau pelabuhan Marunda.  Di tahun yg sama dibangun fasilitas pendukung yaitu Kantor, Aula, Kafe dan musholla serta ruanng serbaguna sebagai fasilitas pendukung Bangunan Cagar Budaya.Rumaj Pitung di atas areal seluas 3000 meter persegi yg dikelilingi oleh pagar setengah tembok.  Rumah Pitung sebelumnya dirawat oleh JUPIL (juru pelihara) dari ahli waris yg diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Sampai kemudian, sejak Januari 2016  sampai dengan saat ini dikelola oleh Museum Kebaharian Jakarta.
Foto 1
Arsitektur rumah bergaya panggung, bisa disebut rumah Betawi pesisir jaman dahulu