Berita

Kenapa Kita Dilarang Menyentuh Karya/Koleksi di Museum?

Ketika berkunjung ke museum atau sebuah pameran, kita sering kali melihat tanda larangan menyentuh karya/koleksi yang terletak di berbagai sudut ruang pamer. Bahkan museum atau pameran biasanya menugaskan gallery sitter untuk memastikan tidak ada pengunjung yang menyentuh karya-karya yang dipajang. Tentu hal tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. Rasa penasaran para pengunjung mendorong mereka untuk menyentuh, di mana pengunjung tertarik untuk mengetahui dengan merasakan realitas fisik dari sebuah karya/koleksi yang ditampilkan. Sentuhan yang dilakukan dirasa penting untuk menjawab pertanyaan mereka tentang material karya, tekstur permukaan karya, bentuk karyanya yang unik dan menarik, atau alasan-alasan lainnya yang memunculkan intensi pengunjung melakukan kontak fisik dengan karya.

Tanda dilarang menyentuh karya hadir sebagai sebuah tindakan preventif dalam melindungi karya/koleksi dari kerusakan. Karya seni yang rusak sulit untuk diperbaiki dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Terlebih lagi apabila karya tersebut memiliki nilai sejarah atau masuk dalam daftar cagar budaya, kerusakan dan perbaikan karya akan mengurangi nilai autentik yang lahir dari tangan sang seniman.

Bagaimana kerusakan karya terjadi akibat sebuah sentuhan?

Kerusakan tersebut dapat terjadi oleh sentuhan berulang tangan-tangan pengunjung dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena tangan telapak tangan manusia mengandung zat kimiawi seperti minyak, debu, keringat serta asam yang dapat melekat pada karya. Jika tempat kejadian perkara kejahatan hampir selalu ditinggalkan sidik jari, hal yang sama terjadi pada sebuah karya seni. Sentuhan terhadap permukaan karya dapat meninggalkan bekas yang akan mengakibatkan korosi pada lapisan cat dan media permukaan karya. Pun tingkat dan bentuk kerusakan yang terjadi  beragam, tergantung dari jenis karyanya.

Pada karya tiga dimensi seperti patung dan karya instalasi, sentuhan dapat menyebabkan perubahan bentuk dan degradasi pada material permukaannya. Sebuah patung perunggu di Vatikan, Italy, yang dikenal dengan nama Statue of St. Peter mengalami kerusakan pada bagian kaki akibat sebuah sentuhan dari ribuan peziarah yang hadir. Tradisi menyentuh kaki patung St. Peter merupakan kepercayaan peziarah untuk meminta pengampunan dosa dan terbukanya pintu surga. Dalam kurun waktu yang lama, sentuhan yang terjadi mengakibatkan jari-jari kaki patung St. Peter memudar terdegradasi hingga tak berbentuk. Kerusakaan serupa terjadi pada patung ikonik dari Universitas Harvard yang dikenal dengan nama Statue of John Harvard. Patung perunggu tersebut mengalami perubahan warna pada bagian ujung sepatu sehingga menjadi lebih terang dibandingkan dengan bagian patung lainnya.

Pada beberapa karya instalasi hasil eksplorasi seniman dengan berbagai media serta kemajuan teknologi, sentuhan tangan manusia tidak hanya dapat merusak karya, tetapi juga dapat membahayakan manusia yang menyentuhnya. Karya tersebut bisa saja terhubung dengan aliran listrik atau terbuat dari material yang mungkin saja berbahaya bagi kulit manusia. Terkecuali karya-karya interaktif yang memang diciptakan untuk menghadirkan kontak fisik dengan para pengunjung.

Pada lukisan, sentuhan dapat menyebabkan lapisan cat di atas kanvas retak atau copot bahkan tergores secara tidak sengaja oleh perhiasan seperti cincin, jam tangan dan kuku. Warna cat pada lukisan juga dapat berubah karena terkombinasi dengan zat kimiawi alami yang melekat pada tangan manusia. Cat akan menjadi lebih gelap atau bahkan pudar. Pun goresan kuas yang menjadi tekstur tanda khas karya seorang seniman dapat terkikis dan tidak dapat direstorasi.

Kombinasi antara jutaan sentuhan dan waktu terhadap sebuah karya/koleksi museum merupakan cara tercepat untuk merusaknya. Hal ini telah dibuktikan melalui pengenalan alat penghitung sentuhan terhadap sebuah benda bernama “Touchometer” oleh Museum Ashmolean di Oxford, Inggris pada tahun 2009. Museum menampilkan tiga material berbeda yang dipajang dalam sebuah figura separuh berkaca beserta alat touchometer di dalamnya. Setelah hampir delapan juta sentuhan terjadi, ketiga material mengalami degradasi parah. Perbedaan muncul di antara permukaan material yang tersentuh oleh tangan manusia dan terlindungi kaca. Hasilnya adalah patina muncul pada material batu, permukaan logam menjadi mengkilat, serta kain telah aus/susut sepenuhnya. Figura berwarna emas tersebut juga terlihat memiliki beberapa goresan dari kuku manusia ataupun benda seperti perhiasan dan jam tangan.

Selain itu, setiap karya/koleksi yang terpajang di museum selalu memiliki pembatas untuk menandakan jarak aman bagi pengunjung ketika menikmati karya. Pembatas ditujukan untuk melindungi karya dari kecelakaan yang dapat merusak karya sekaligus membahayakan pengunjung itu sendiri, seperti karya yang terdorong, sobek, pecah, atau terjatuh.

Dalam konteks penyimpanan dan peletakan sebuah karya koleksi museum, pemberian pembatas berkaitan dengan tempratur dan kelembapan di sekitar karya. Tempratur yang tidak stabil serta terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan kanvas tidak bertaut sempurna pada spanram karena proses pemuaian yang terjadi. Apabila pengunjung berdiri terlalu dekat dengan karya khususnya lukisan, energi panas yang dihasilkan secara alami oleh tubuh manusia dapat mempengaruhi kanvas yang terpasang secara ketat. Panas yang teradiasi pada kanvas dapat mengencangkan kanvas, lalu ketika tempratur turun kanvas akan mengendur dan lapisan cat di permukaan kanvas akan retak. Perubahan tempratur dan kelembapan yang terjadi secara ekstrim dalam kurun waktu lama akan memunculkan banyak retakan kecil nan halus atau biasa disebut retakan rambut.

Beberapa kerusakan pada karya dapat direstorasi dalam proses konservasi, tetapi hal tersebut membutuhkan riset mendetail dalam kurun waktu yang tidak singkat. Konservator perlu menganalisis secara mendalam kerusakan yang terjadi untuk menentukan langkah penanganan yang tepat, serta biaya yang diperlukan dalam konservasi lukisan tidaklah sedikit. Oleh karena itu, mari kita taati setiap peraturan yang terdapat di museum ketika berkunjung. Hal ini merupakan kepentingan dan tanggung jawab bersama agar karya-karya koleksi museum tetap terjaga sehingga dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya sebagai sebuah peninggalan sejarah dan cagar budaya bangsa Indonesia.

Sumber:

Bond, Kathy, 2020. Why We Like To Touch Art, and Why We Shouldn’t. https://www.gallery.ca/magazine/in-the-spotlight/why-we-like-to-touch-art-and-why-we-shouldnt (Diakses tanggal 30 November 2022)

Modernaa Museet: School, Prepare Your Visit. (2021). Why Aren’t We Allowed to Touch the Art? https://www.modernamuseet.se/stockholm/en/visit-the-museum/school/prepare-your-visit/ (Diakses tanggal 30 November 2022)

Hackner, Stacy, 2015. Question of the Week: Why Can’t I Touch Museum Object? https://blogs.ucl.ac.uk/researchers-in-museums/2015/08/19/question-of-the-week-why-cant-i-touch-museum-objects/ (Diakses tanggal 30 November 2022)

Fine Art Restoration Co.: Resources. (2020). Can A Cracked Oil Painting Be Repaired? https://fineart-restoration.co.uk/news/can-a-cracked-oil-painting-be-repaired/#:~:text=Craquelure,can%20appear%20in%20different%20patterns (Diakses tanggal 30 November 2022)

Lowy Art Improves: Art Collector Tips. (2020). How To Protect Your Artworks from Temprature and Humidity Damage.https://www.lowy1907.com/how-to-protect-your-artworks-from-temperature-and-humidity-damage/ (Diakses tanggal 30 November 2022)

Zhang, Zara, 2015. How Clean Is John Harvard? https://www.harvardmagazine.com/2015/08/how-clean-is-john-harvard (Diakses tanggal 30 November 2022)

St Peter Basilica. Info: Guide to Saint Peter’s Basilica . (Tanpa tahun). Statue of St. Peter. https://stpetersbasilica.info/Statues/StPeter/StPeter.htm (Diakses tanggal 30 November 2022)