Berita

Hasil Survei Pewarna Alam

Taman pewarna alam.jpeg

Pada bulan Maret 2022, Museum Tekstil melakukan survei pengunjung khususnya pengunjung virtual melalui platform Instagram @museum_tekstiljkt. Survei dilakukan untuk mengetahui apakah pengunjung virtual Museum Tekstil sudah mengenal pewarna alam.  Berdasarkan hasil survei tersebut, dapat kita lihat bahwa sebagian besar pengunjung virtual Museum Tekstil menjawab dengan benar pertanyaan tentang pewarna alam. Namun, masih ada pengunjung virtual Museum Tekstil yang belum menjawab salah, yang berarti belum mengenal pewarna alam. Oleh karena itu, dalam artikel ini kami akan membahas mengenai pewarna alam.

Berdasarkan bukti arkeologi, manusia sudah mengenal pewarna alami sejak 3500 tahun sebelum masehi dengan ekstrak sayuran, buah-buahan, bunga, serta serangga. Hal ini diperkuat dengan penemuan jejak pewarna dan pakaian berwarna pada reruntuhan peradaban Mohenjodaro dan Harappa. Selain itu juga ditemukan catatan tertulis bahwa pewarna alami telah ditemukan dan digunakan di Cina dan India. Pewarna alami ini terus berkembang walaupun memiliki kelemahan seperti warna yang tidak stabil, konsentarsi pigmen yang rendah, serta spektrum yang terbatas. Selain itu pewarna alami juga mudah luntur apabila dicuci atau terkena sinar matahari. Agar warnanya tidak mudah luntur dan tetap cemerlang pada proses pencelupan pewarnaan perlu ditambahkan sebuah bahan yang berfungsi sebagai mordan atau fikstator pengikat warna. Bahan fiksasi ini harus diambil dari bahan yang ramah lingkungan seperti air tawar, tunjung, tawas, dan lainnya.

Selain untuk menjaga kelestarian lingkungan, dan juga edukasi khususnya generasi muda bahwa pewarna alam itu baik untuk lingkungan. Pelestarian dan edukasi ini juga dilakukan oleh Museum Tekstil melalui Taman Pewarna Alam. Ingin tahu lebih lengkap, yuk berkunjung ke Museum Tekstil. Bagi yang belum sempat berkunjung bisa nonton melalui Youtube Museum Tekstil Jakarta ya https://www.youtube.com/watch?v=og7uLiIiFmQ